Mohon tunggu...
Kris Wantoro Sumbayak
Kris Wantoro Sumbayak Mohon Tunggu... Guru - Pengamat dan komentator pendidikan, tertarik pada sosbud dan humaniora

dewantoro8id.wordpress.com • Fall seven times, raise up thousand times.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Akibat Jika Salah Memilih Pasangan Hidup

22 November 2021   23:39 Diperbarui: 23 November 2021   00:03 1572
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bayangkan rasanya anda dituntut penjara oleh pasangan anda. Kenapa bisa begitu? Hanya ada dua kemungkinan: anda melakukan tindakan tercela-keterlaluan-melanggar hukum, atau pasangan anda mabuk.

Hal ini betulan terjadi, dialami seorang perempuan di Karawang Jawa Barat. Diketahui Valencya (45), ibu dua anak, memarahi suaminya (warga asal Taiwan) yang pulang dalam kondisi mabuk dan melakukan KDRT psikis. Yang ndak bener suaminya, suaminya yang melapor. Sudah begitu, diproses juga laporannya. Jika begini, hidupnya pasti menderita dalam keluarga.

Sekeluar dari ruang sidang, sambil menangis Valencya meluapkan isi hati. "Suami mabuk-mabukan, dimarah sama dipidanakan. ...ibu-ibu se-Indonesia biar tahu, tidak boleh marah suami kalau suaminya pulang mabuk-mabukan. Harus duduk manis nyambut dengan baik." #savesuamimabuk

Memang tindakan lapor-melaporkan anggota keluarga ini bukan yang pertama. Kapan lalu ada anak melaporkan orang tua ke polisi gegara HP dan warisan. Dasar anak durhaka. Dalam kasus Valencya, apa hakim dan jaksa penuntut umum tidak memakai otak dalam memutus perkara. Memangnya mereka tidak punya anak-istri di rumah?

Didapati, sejak tahap prapenuntutan kejaksaan negeri Karawang maupun Kejaksaan Tinggi Jawa Barat tidak memahami sense of crisis, tidak memahami pedoman tuntutan pidana perkara serta tidak mempedomani tujuh perintah harian jaksa agung. (Youtube/CNN Indonesia)

Seandainya anda di posisi Valencya dan tahu sejak awal tindakan pasangan begitu, akankah anda memilihnya sebagai pasangan hidup? Pasti tidak. Maka, sangat penting memilih pasangan hidup yang tepat. Harus ada kriteria yang jelas dan kokoh.

Baca juga: Buat Kriteria Dulu, Menikah Kemudian

Pada dasarnya pilihlah pasangan hidup yang takut akan Tuhan, setia, bertanggung jawab dan temperamennya positif. Jangan memilih pasangan hanya karena materi atau hal lahiriah yang melekat padanya. Kenapa? Itu sementara, tidak tahan dalam pencobaan.

Jika sampai salah memilih pasangan hidup, akibat berikut ini harus ditanggung.

1) Bukannya bahagia, menderita iya

Setahuku, orang menikah supaya bisa menikmati kehidupan yang bahagia bersama pasangan. Memangnya ada orang menikah untuk menderita? Dunia ini sudah penuh dengan dosa dan derita. Penghiburannya, jalani hidup bersama pasangan. Lha kalau pasangannya sumber derita, apa lagi yang tersisa?

Dalam kadar yang agak ringan bisa saja terjadi begini. Suami orang yang keras kepala, merasa paling benar, baperan, tuturnya kasar, suka melakukan kekerasan. Pelit lagi. Mau pisah, tapi tak bisa karena terikat janji suci. Belum lagi, anak tetap butuh sosok bapaknya. Mau bertahan tapi kok makan ati tiap hari. Menderita jadinya.

Akhirnya, ya dinikmati hari-hari tidak enak bersama pasangan. Mau sejelek apa, itu pasangan yang dipilih. Syukur jika dia perlahan berubah, dilembutkan sedikit hatinya. Jika tidak, itulah yang dituai hingga maut menjemput.

Kehidupan pernikahan tidak melulu tentang bahagia. Itulah sebabnya dalam janji nikah kita diminta setia dalam kaya dan miskin, susah dan senang, serta sehat dan sakit. Maksudnya, kalau pasangan yang kita pilih tepat, semua musim hidup bisa dijalani bersama-sama, terasa agak ringan.

2) Pisah enggan, bersama tak mau

Dalam keyakinanku, pernikahan adalah sekali seumur hidup sampai maut memisahkan. Tidak ada konsep perceraian. Jika salah satu meninggal lebih dulu, pasangannya yang masih hidup boleh menikah lagi, jika mau.

Pernikahan Kristen adalah kudus. Tidak bisa sembarangan, coba-coba apalagi untuk kesenangan jika tidak cocok ceraikan--cari pengganti. Misalnya, jika pun pasangan (amit-amit) selingkuh, ada dua opsi yang bisa ditempuh: mengampuni pasangan atau berpisah tapi tidak menikah lagi. Keduanya sama-sama tidak enak. Pisah enggan, bersama tak sudi. Jika nekat bercerai, keduanya dianggap berzinah, meski pengadilan sudah menyatakan cerai.

Maka, supaya tidak terjerat dalam derita semacam ini, jangan sampai salah memilih pasangan hidup.

3) Anak selalu menjadi korban

Orang tua yang lengkap dan dalam kondisi baik pun tidak jaminan anak akan jadi manusia. Apalagi kalau orang tuanya bermasalah. Meski tak menutup peluang, ada juga orang tua yang bercerai, anaknya juga bisa jadi manusia.

Tapi mau apa pun kondisinya, apa yang dilakukan orang tua selalu berdampak kepada anak. Baik atau buruk. Jika orang tua baik, bertanggung jawab dan penuh kasih, pasti anak akan bertumbuh mandiri, berhasil dan berguna bagi sesama.

Sebaliknya, jika relasi orang tua kacau, tidak ada kasih, anaknya bakal jadi korban. Bisa mencari pelarian dengan melakukan kenakalan seperti miras, narkoba, free sex, atau tindak kriminal lainnya. Biar dia menemukan kesenangan di luar rumah, tangki kasihnya akan selalu kosong. Anak juga meniru. Jika ayahnya suka menyakiti ibunya, besar kemungkinan dia mengulang pola itu saat dewasa.

Bagaimana dengan Anda, sudahkah memilih pasangan hidup yang tepat? --KRAISWAN

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun