Setahuku, orang menikah supaya bisa menikmati kehidupan yang bahagia bersama pasangan. Memangnya ada orang menikah untuk menderita? Dunia ini sudah penuh dengan dosa dan derita. Penghiburannya, jalani hidup bersama pasangan. Lha kalau pasangannya sumber derita, apa lagi yang tersisa?
Dalam kadar yang agak ringan bisa saja terjadi begini. Suami orang yang keras kepala, merasa paling benar, baperan, tuturnya kasar, suka melakukan kekerasan. Pelit lagi. Mau pisah, tapi tak bisa karena terikat janji suci. Belum lagi, anak tetap butuh sosok bapaknya. Mau bertahan tapi kok makan ati tiap hari. Menderita jadinya.
Akhirnya, ya dinikmati hari-hari tidak enak bersama pasangan. Mau sejelek apa, itu pasangan yang dipilih. Syukur jika dia perlahan berubah, dilembutkan sedikit hatinya. Jika tidak, itulah yang dituai hingga maut menjemput.
Kehidupan pernikahan tidak melulu tentang bahagia. Itulah sebabnya dalam janji nikah kita diminta setia dalam kaya dan miskin, susah dan senang, serta sehat dan sakit. Maksudnya, kalau pasangan yang kita pilih tepat, semua musim hidup bisa dijalani bersama-sama, terasa agak ringan.
2) Pisah enggan, bersama tak mau
Dalam keyakinanku, pernikahan adalah sekali seumur hidup sampai maut memisahkan. Tidak ada konsep perceraian. Jika salah satu meninggal lebih dulu, pasangannya yang masih hidup boleh menikah lagi, jika mau.
Pernikahan Kristen adalah kudus. Tidak bisa sembarangan, coba-coba apalagi untuk kesenangan jika tidak cocok ceraikan--cari pengganti. Misalnya, jika pun pasangan (amit-amit) selingkuh, ada dua opsi yang bisa ditempuh: mengampuni pasangan atau berpisah tapi tidak menikah lagi. Keduanya sama-sama tidak enak. Pisah enggan, bersama tak sudi. Jika nekat bercerai, keduanya dianggap berzinah, meski pengadilan sudah menyatakan cerai.
Maka, supaya tidak terjerat dalam derita semacam ini, jangan sampai salah memilih pasangan hidup.
3) Anak selalu menjadi korban
Orang tua yang lengkap dan dalam kondisi baik pun tidak jaminan anak akan jadi manusia. Apalagi kalau orang tuanya bermasalah. Meski tak menutup peluang, ada juga orang tua yang bercerai, anaknya juga bisa jadi manusia.
Tapi mau apa pun kondisinya, apa yang dilakukan orang tua selalu berdampak kepada anak. Baik atau buruk. Jika orang tua baik, bertanggung jawab dan penuh kasih, pasti anak akan bertumbuh mandiri, berhasil dan berguna bagi sesama.