(...sebelumnya) Tantangan itu yakni mendobrak pola pikir lama, membangun kesadaran baru bahwa rempah-rempah, warisan kekayaan negeri harus dilestarikan. Di sinilah pentingnya peranan ABCG, yakni Academic, Bussiness, Community, Government. Semua pihak harus gotong-royong mengambil bagian.
Langkah berikutnya untuk merevitalisasi rempah-rempah Indonesia yakni:
4) Dari diri sendiri, petik manfaatnya, promosikan pada dunia
Seiring berjalannya waktu, tradisi minum jamu mengalami penurunan, yakni saat ilmu modern masuk ke Indonesia. Saat itu kampanye obat-obatan bersertifikat menggeser pola pikir masyarakat Indonesia, sehingga minat terhadap minum jamu menurun. Meski begitu, akankah kita pasrah dan berdiam diri? Sebaiknya tidak. Di banyak daerah, meski tak selalu terekspos, mulai dari individu, kelompok/ komunitas sampai UMKM ada yang menggarap rempah-rempah menjadi berbagai macam olahan.
Baca juga: Rempah dan Peran Kita Merevitalisasi Warisan Kekayaan Bangsa (Bagian 1)
Penjual jamu gendong misalnya. Meski zaman semakin maju dengan hadir banyak makanan/ minuman kemasan, di pasar dan lingkungan tempat tinggal saya masih ditemukan penjual jamu gendong. Sadar atau tidak, merekalah pejuang yang menjaga warisan kekayaan bangsa.
Kita menyeberang ke Medan, Sumatra Utara. Masyarakat etnis Batak di Sumatra Utara gemar mengolah makanan dengan komposisi yang kaya rempah-rempah. Komposisinya yakni lengkuas, sereh, jahe, kemiri, lada, ketumbar, kunyit, bawang Batak, asam galugur, kincung dan rempah lainnya serta andaliman. Yang terakhir ini sangat istimewa. Andaliman, atau itir-itir merupakan rempah khas yang hanya bisa tumbuh liar dan berkembang di daratan tropis Sumatra Utara. Hanya ada di Sumatra Utara. Dikenal juga sebagai merica Batak.
Andaliman mengandung aroma jeruk yang lembut, namun cukup pedas. Saat dimakan meninggalkan sensasi kelu atau mati rasa sesaat di lidah. Meski begitu, alih-alih kapok, orang Batak tak dapat dipisahkan dari rempah ini dalam hal masakan. Karakteristik ini menjadikan masakan masyarakat Batak istimewa, tidak ditemukan di daerah lain. Beberapa olahan masakan yang wajib menggunakan andaliman seperti masak arsik, saksang, ayam panggang khas Batak, dan masakan lainnya. Merica Batak menjadi primadona di Sumatra Utara. Akankah ia berhasil go internasional dan memikat bangsa lain seperti peristiwa di awal abad ke-15?
Di bidang obat-obatan, Komunitas Indonesia Green Innovation (Indonegri) menemukan obat herba ANTICOVID yang dianggap mampu menghilangkan gejala flu biasa maupun Covid-19, seperti sakit tenggorokan, demam dan sesak nafas. Chief Research Officer Komunitas Indonegeri Dr. Sulfahri menerangkan, melalui penelitian di bidang biomolekuler dan bioformatika ia dan timnya menemukan beberapa senyawa kandidat yang dapat mengatasi Sars Cov-2. Beberapa herbal di Indonesia diduga mengandung senyawa potensial yang memungkinkan menghambat protein 3CL-protease (protease utama yang digunakan dalam proses replikasi virus) dan Covid-19 Polymerase (protein replikasi RNA yang berfungsi reseptor target).
Berdasarkan penelitian itu, Sulfahri mengungkapkan bahwa ada beberapa jenis rempah yang dipilih timnya diformulasikan menjadi produk unggulan, diantaranya jahe (Zingiber officinale), temu putih (Curcuma zedoaria), belalai gajah (Clinacanthus nutans), kunyit (Curcuma domestica), buah gorek (Caesalpinia crista), daun Afrika (Vernonia amygdalina), jintan hitam (Nigelia sativa). Alasan pemilihan rempah-rempah tersebut, secara tradisional rempah-rempah telah terbukti secara turun-temurun mampu meningkatkan kekebalan tubuh.
Untuk mempermudah mengonsumsi olahan rempah ini, komunitas Indonegri mengemasnya dalam bentuk kapsul maupun simplisia. Bentuk pengemasan ini bertujuan menjaga nilai gizi dari bahan baku. Sehingga selain senyawa aktif, orang yang meminum ramuan ini dapat memperoleh zat gizi lain berupa vitamin dan mineral untuk mendongkrak imunitas tubuh. Produk olahan herbal ini tidak memerlukan pembuktian ilmiah maupun klinis seperti halnya obat kimia, melainkan cukup pembuktian empiris karena sudah terbukti khasiatnya secara turun-temurun.
Baca juga: Rempah dan Peran Kita Merevitalisasi Warisan Kekayaan Bangsa (Bagian 2)
Keunikan sumber daya, kebudayaan, serta kecanggihan teknologi yang dikerjakan anak bangsa tersebut harus kita promosikan kepada dunia. Rempah-rempah kita sangat berharga!
5) Peran serta dukungan pemerintah secara konsisten
Denyut nadi perekonomian timbul dari adanya kebutuhan masyarakat. Menurut wakil menteri perdagangan Jerry Sambuaga, kebutuhan rempah sangat ditentukan oleh pola konsumsi masyarakat dunia. Pertama-tama, harus bisa menciptakan kebutuhan rempah Indonesia. Melalui promosi budaya dan kuliner, misalnya. Selain itu melalui penelitian berkelanjutan yang mendukung konsumsi rempah-rempah Indonesia. Bumbu Indonesia yang diekspor banyak dipengaruhi kebutuhan masyarakat Indonesia yang bermukim di luar negeri. Tren itu harus diperluas agar rempah dan bumbu Indonesia bisa juga dinikmati masyarakat dunia.
Bandingkan dengan masakan Tiongkok, Thailand, dan Vietnam mulai dikenal luas sehingga banyak bermunculan restoran khas negara-negara tersebut. Tak hanya makanan dan kuliner, rempah dan bumbu di Indonesia bisa menjadi bahan industri farmasi dan kecantikan. Jerry berharap Indonesia bisa membangun sebuah sistem logistik dan transportasi yang terintegrasi agar produk rempah dan bumbu Indonesia bisa langsung dikirim ke negara konsumen, memperpendek rantai pasokan dan pengiriman sehingga makin kompetitif. Ini juga berpotensi Indonesia makin dikenal sebagai negara produsen. Soalnya selama ini produk Indonesia diklaim dari negara lain karena rantai perdagangannya harus melalui negara tersebut.
Pemerintah sebagai pengatur regulasi hendaknya membuat kebijakan yang menjamin kuantitas, kualitas dan sustainibilitas dalam proses produksi dari petani sampai distribusi. Pemerintah tidak cukup menggelontorkan dana lalu berpangku tangan asal tahu beres. Melainkan perlu terus memberi pendampingan kepada masyarakat dan pelaku usaha.
Para petani perlu mendapat pendampingan tentang cara menanam rempah yang baik dengan pemanfaatan bibit unggul yang diperoleh dari teknologi di bidang pertanian, sehingga menghasilkan rempah-rempah yang lebih berkualitas.
Staf Ahli Sosio Antropologi, Kementrian Koordinator Bidang Kemaritiman RI, Tukul Rameyo, menyatakan pemerintah akan melakukan berbagai upaya untuk mengembalikan kejayaan rempah-rempah, diantaranya dengan menambah luasan tanam rempah-rempah. Berapa luasan yang disediakan, berapa hasil panen, berapa keuntungan yang diterima petani; ini semua harus dimonitor dan terus dievaluasi.
Menkoparekraf Sadiaga Uno yakin melalui Indonesia Spice Up the World (ISUTW), suatu program untuk mendorong hadirnya kuliner Indonesia hadir di mancanegara agar memberi nilai tambah bagi tanah air, khususnya di bidang rempah. Targetnya di 2024 akan hadir 4.000 restoran di luar negeri yang dapat meningkatkan penggunaan bumbu dan rempah-rempah. Semoga lebih realistis dibanding oke-oce.
Di bidang ekspor, pemerintah berupaya meningkatkan daya ekspor rempah dan bumbu Indonesia dengan memetakan potensi pasar, melakukan promosi dan memperkuat dukungan logistik, perizinan dagang dan lain-lain. Terkait perizinan, pemerintah harus meringkas birokrasi agar lebih efisien dan efektif. Pemerintahan Jokowi telah mengesahkan undang-undang omnibus law, di mana di dalamnya mencakup UU Cipta Kerja. Namun, masih menuai polemik di masyarakat.
Ada satu pertanyaan mengusik. Indonesia sebagai salah satu produsen rempah-rempah terbesar, tapi kenapa tidak ada jurusan rempah/ jamu di universitas? Saya mencoba Googling dan menemukan di laman web Universitas Bengkulu, tentang teknologi industri rempah dan fitokfarmaka. Tapi tidak ada informasi apapun yang mencerahkan.
Ternyata, ada Politeknik Kemenkes Surakarta (UPT Kementrian Kesehatan RI), program D-III Jamu/ herbal. Baru didirikan pada tahun 2011. Pernah ditulis seorang Kompasianer Sri Wangadi (baca di sini). Saya cek di laman terkait, sama saja tak ada informasi lebih lanjut tentang apa dan bagaimana program di jurusan tersebut. Seminim itu informasi tentang jurusan rempah di Indonesia.
Meskipun sudah ada kesadaran tentang pentingnya mempelajari rempah, namun masih sangat minim. Perlu usaha kerja keras dari semua pihak agar warisan berharga ini bisa dilestarikan, dan dikembangkan. Para peneliti di bidang rempah juga perlu dilibatkan agar menciptakan produk rempah yang lebih berkualitas dan kompetitif.
Penutup
Bangsa Indonesia pernah dikenal dunia sebagai penghasil rempah-rempah terbesar. Meski begitu, justru bangsa lain yang menikmati manfaat dan keuntungannya secara berlimpah. Kini, sanggupkah kita bangkit dan berjaya dengan rempah-rempah? Jawabannya bergantung dari setiap kita.
Adakah kita melek dan peduli pentingnya menggarap rempah-rempah? Adakah kita sadar, jika dikerjakan dengan baik, rempah-rempah bisa menjadi komoditas yang sama menawan dengan masa pendudukan Belanda dan bangsa Eropa lainnya. Seberapa pun kapasitas kita: individu, industri rumahan, pengusaha, pelaku industri maupun pejabat pemerintah. Setiap kita punya kesempatan yang sama untuk merevitalisasi rempah-rempah, warisan kekayaan bangsa Indonesia.
Referensi:
1. Sejarah Rempah: Dari Erotisme sampai Imperialisme (Jack Turner, 2011)
2. www.mediaindonesia.com
3. www.pertanian.go.id
4. www.youtube.com/kompastv
5. www.medcom.id
6. www.kompas.com
7. www.dw.com
8. www.kumparan.com
9. www.jatengprov.go.id
10. www.blog.ipbtraining.com
11. www.idxchannel.com
12. www.jawapos.com
13. www.news.detik.com
14. www.merdeka.com
15. www.antaranews.com
16. www.kompasiana.com/sriwang
17. www.indonesia.go.id