Siapa makhluk berperasaan di bawah kolong langit ini yang tidak suka makan gorengan? Kebanyakan pasti suka.
Masakan yang diolah menggunakan minyak menyajikan aroma sedap, rasa nikmat, gurih dan sensasi hangat. Bayangkan di hari hujan deras pisang goreng mengepul baru diangkat dari wajan, dirampas dari piring segera dipindah ke mulut. Ah, nikmat! Siapa yang tahan godaannya?
Hidup tanpa gorengan, bagai minum kopi tanpa nada "slllrrrruuuppp, ah!". Takkan lengkap.
Saking gemarnya, temanku ada yang rutin memborong gorengan, minimal dua kali seminggu. Kami kecipratan nikmatnya dong. Begitu berharganya bahan pembuat gorengan, jelantahnya pun dicari-cari. Bagi mahasiswa, dipakai untuk penelitian. Ada rekan di grup WA yang hendak membeli jelantah bagi yang punya. Mau diolah menjadi biodiesel katanya.
Omong-omong tentang minyak goreng, sejak dua minggu lalu harganya terus melambung. Tanggal 20/01, aku berbelanja beberapa barang kepeluan di pasar, minyak goreng termasuk daftar. Aku kaget, suatu kemasan 2 liter, harganya Rp33.000. Padahal, biasanya di kisaran Rp27.000. "Harganya naik terus, Mas", jelas ibu penjualnya.
Dijelaskan Sahat Sinaga, Direktur Eksekutif Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI), penyebab kenaikan harga minyak goreng di pasaran yakni tingginya harga minyak sawit mentah (Crude Palm Oil) dan kurangnya pasokan bahan baku secara global. (merdeka.com)
Kekurangan pasokan global ini, lanjut Sahat, diakibatkan pandemi dan cuaca buruk. Kondisi serupa pernah terjadi tahun 2020, di mana produksi minyak nabati dan lemak menurun 266 ribu ton dibanding produksi tahun 2019.
Kondisi ini sudah diperingatkan oleh Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi sejak April, bahwa harga minyak goreng dan komoditas lainnya akan naik dalam waktu dekat. (kompas.tv, 7/4/2021) Hal ini disebabkan kita memasuki periode supercycle, yaitu periode lonjakan permintaan untuk bermacam komoditas yang mengakibatkan kenaikan harga.
Tidak hanya aku, kenaikan harga minyak dikeluhkan para pedagang dan emak-emak. Emak-emak kaget, kenaikan harga yang langsung tinggi, penjual bingung karena pelanggan protes. Seperti pengalaman Yuni, penjual sembako di Pasar Gondangdia, pelanggannya kaget "Ah, yang bener aja?", saat diberitahu kenaikan harga ini. (finance.detik.com)
Kenaikan harga minyak tak bisa dihindari, padahal salah satu barang kebutuhan harian. Lalu, bagaimana tips menanganinya?
Batasi pemakaian: sehat di kantong, sehat di badan
Makanan seenak apa pun, jika bahannya dari gorengan, dan dikonsumsi berlebihan justru menjadi masalah bagi kesehatan. Bisa meningkatkan risiko obesitas, salah satu faktor risiko penyakit jantung. (alodokter.com) Malah jadi penyakit.
Aku dan istri membatasi pemakaian minyak goreng. Selama ini, 2 liter cukup untuk sebulan, bahkan lebih. Untuk mengontrol konsumsi makanan gorengan, istri memilih belanja dan memasak sendiri. Jadi bisa mengatur menu apa saja yang berbahan gorengan, mana yang tidak.
Kurangi makanan gorengan
Kami suka makan olahan pisang sendiri. Paling umum dan enak dibalut tepung dan digoreng. Ditemani minum kopi atau teh panas, slllrrruuup ah! Supaya tidak terus makan gorengan, istri mengolah menjadi kolak, direbus, atau dibakar di teflon. Tak kalah nikmat meski tanpa minyak.
Dengan memasak sendiri, bisa mengontrol kualitas dan kuantitas bahan makanan yang masuk dalam tubuh. Kami mengombinasikan menu dengan sup, sayur berkuah, atau sekedar sayur rebus + sambal demi meminimalkan konsumsi minyak. Sesekali jajan di tukang gorengan tak apa. Pun dipilih yang bersih, lagi enak.
Coba cek di supermarket
Tidak selamanya harga produk di supermarket mahal. Beberapa konsumen justru beralih ke supermarket untuk membeli minyak goreng. Harganya sedikit lebih terjangkau daripada di pasaran. Hal ini bisa jadi karena mereka punya banyak stok saat harganya masih normal. (finance.detik.com) Hei, para pemilik stok berkuasa membuat harga, toh?
Bagi emak-emak, selisih dua ribu tetaplah berarti. "Bisa buat beli cabe", kata ibuku, wkwk. Saat komoditas tertentu mengalami kenaikan harga, boleh juga survei ke beberapa tempat. Siapa tahu dapat harga lebih terjangkau.
Penutup
Minyak, bagaimana pun adalah kebutuhan pokok. Meski harganya terus melambung, jika perlu ya harus tetap dibeli. Lagi pula, konsumsi berlebihan semurah apa pun harganya, tidak baik bagi kesehatan. Strateginya, harus pintar-pintar mengelola keuangan, maupun memilah jenis bahan makanan. Sehat di kantong, sehat di badan! --KRAISWAN
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H