Mohon tunggu...
Kraiswan
Kraiswan Mohon Tunggu... Guru - Pengamat dan komentator pendidikan, tertarik pada sosbud dan humaniora

dewantoro8id.wordpress.com • Fall seven times, raise up thousand times.

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas Pilihan

Aku dan Matematika: Dulu Bermusuhan, Kini Berkawan

1 Oktober 2021   12:08 Diperbarui: 1 Oktober 2021   13:26 395
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Slide Powerpoint untuk pelajaran Matematika | dokumentasi pribadi/ WISMANTI WIDHI

Pelajaran apa yang paling sulit dan tidak kamu sukai? "Matematika." 

Di masa yang berbeda, aku akan memberi jawaban yang sama jika ada yang bertanya pelajaran apa yang paling aku sukai. Ya, matematika itu ibarat perempuan, rumit.

***

Semingguan yang lalu, aku mendapat pesan WA dari wakil kepala sekolah. Lagi. Terjadi menjelang malam. Waktu menghitung mundur empat menit sebelum jarum panjang mencapai angka 7. 

Wah, nampaknya aku punya banyak tugas yang belum beres. Sampai harus dihubungi malam-malam oleh waka.

Ternyata, waka hendak meminta bantuan untuk menggantikan teman mengajar math kelas 4. Aku? Mengajar Matematika...? Sungguh? 

Begini, aku lulusan sains dan matematika yang tidak jago fisika, porsinya mengajar tematik (K-13) dan sekarang harus mengajar matematika. Ini bisa mengacaukan tatanan alam semesta.

Slide Powerpoint untuk pelajaran Matematika | dokumentasi pribadi/ WISMANTI WIDHI
Slide Powerpoint untuk pelajaran Matematika | dokumentasi pribadi/ WISMANTI WIDHI

"Guru SD harus bisa mengajar semua mata pelajaran", kata seseorang. Pantaslah para murid kita banyak tahu (baca: kebanyakan menghafal), tapi tak pernah menjadi ahli.

Kejadian ini menarik ingatanku dengan si matematika, tak kurang dua dekade lalu. Aku menjadi tokoh olok-olok gegara matematika.

***

"Enam puluh empat dibagi empat, sama dengan..." tulis guruku di papan hitam pada suatu pelajaran matematika.

Aku sulit mengidentifikasi, apakah tulisan tangan guruku yang terlalu cepat, atau arus listrik dalam saraf-saraf otakku yang lemah. 

Aku tak dapat menemukan alasan atau teori ilmiah, apa korelasi bilangan empat, enam belas, dan enam puluh empat seperti yang tertulis di papan hitam. 

Apakah tanda dua titik itu menjadi orang tua para bilangan tersebut? Entahlah!

Aku hanya sanggup memindah angka-angka di papan ke dalam buku tulis, sama persis. Tak ada penambahan apa pun, karena memang tak tahu apa yang mau ditambahkan. 

Buntutnya, malam-malam sehabis maghrib, aku bertandang ke rumah temanku sekelas---yang masih ada ikatan kerabat. Niatnya tentu saja minta diajari soal pembagian.

Dan kau tahu apa yang terjadi? Aku menyesal tak memperhatikan saat guru menjelaskan. 

Bertanya pada guru sama saja usaha bunuh diri. Siapa pula yang berani menghadap sang "maha tahu" hanya untuk menanyakan sesuatu yang sudah dijelaskan. 

Di rumah temanku itu, kondisinya tak kalah pilu. Aku dihina dulu, diremehkan, baru diajari. Tidak betulan diajari sebenarnya. Aku diizinkan mencatat dari bukunya, dan dari situ barulah, "Ooo.... begitu..."

Sejak saat itu, hatiku dipenuhi bermacam-macam kebencian. Pada angka-angka Matematika yang kejam. Pada temanku yang pongah. Dan tentu saja, pada diri sendiri yang berotak lamban.

***

Miss waka meneruskan pesan di chat sebuah berkas pptx, satu alamat website dan buku paket yang bisa dipakai sebagai latihan soal. 

Aku segera mempelajari tiap slide dalam Powerpoint, sambil berjuang mengalahkan ketakutanku pada si matematika.

Pembelajaran matematika di kelas virtual

Pertama-tama aku memperkenalkan diri, dan menjelaskan maksud kehadiranku di kelas mereka. Aku tak pernah mengajar mereka sebelumnya. 

Setelahnya, aku menjelaskan poin-poin yang akan dipelajari hari ini, yakni perkalian (multiplication) dan pembagian (division).

Pada dasarnya, temanku menyiapkan contoh soal perkalian dan pembagian dengan satu dan dua digit. 

Untuk perkalian satu digit, kebanyakan murid lancar. Too easy, katanya. Begitu pula perkalian dua digit. Meski beberapa murid menjawab kurang tepat karena tidak teliti.

Latihan soal perkalian dan pembagian dua digit bersusun | gambar: dokumentasi pribadi/ WISMANTI WIDHI
Latihan soal perkalian dan pembagian dua digit bersusun | gambar: dokumentasi pribadi/ WISMANTI WIDHI

Ingat! Dalam perkalian bersusun, bilangan yang dikalikan dengan digit setelah satuan (puluhan, ratusan, ribuan, dan seterusnya), hasil hitungannya harus ditulis di satu digit sebelah kiri dari hitungan di atasnya. 

Jika hasil hitungannya lebih dari sembilan (baca: lebih dari satu digit), hanya angka satuan yang ditulis. Angka puluhannya disimpan untuk ditambahkan pada langkah hitungan berikutnya. Hayo, Anda masih ingat langkah-langkah ini?

Ada kalanya aku meminta murid menjawab spontan, dengan menyalakan mikrofon maupun via chat. Terkadang juga menunjuk satu-dua siswa untuk menjawab. 

Hal ini penting dalam proses pembelajaran. Perlu interaksi dua arah, meski pembelajaran daring. Tak selalu berhasil. 

Sebab, pembelajaran jarak jauh mengubah banyak hal dalam hidup kita, termasuk psikis anak-anak. Ada yang adaptif dan percaya diri, ada pula yang makin pemalu.

Pada soal pembagian tak kalah seru. Untuk pembagian dengan satu digit, kebanyakan murid masih kebingungan. "I didn't get it", katanya. 

Padahal temanku sudah membuat slide show agar penjelasannya detil, tahap demi tahap. Kondisi ini mirip dengan pengalamanku dulu. 

Bedanya, kali ini papan mereka virtual. Dan guru bersedia mengulang penjelasan sampai sejelas-jelasnya. Langkah-langkah dalam pembagian memang sedikit rumit, jadi harus syabarr...

Setelah aku ulangi dengan tempo lebih pelan, beberapa muridnya nampak mendapat cahaya di kepalanya, "Ooo..." 

Si guru pun tersenyum.

KRAISWAN

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun