Mohon tunggu...
Kraiswan
Kraiswan Mohon Tunggu... Guru - Pengamat dan komentator pendidikan, tertarik pada sosbud dan humaniora

dewantoro8id.wordpress.com • Fall seven times, raise up thousand times.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Koreksi Soal dan Manfaatnya bagi Generasi Emas Bangsa

25 Agustus 2021   16:01 Diperbarui: 26 Agustus 2021   15:02 747
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Draf soal Penilaian Tengah Semester ditandai oleh korektor | Dokumentasi pribadi

Otak manusia dicipta untuk menyelidiki dan mencari solusi bukan menghapal. 

***

Produk berkualitas dihasilkan dari kerja keras yang harus melalui tahap akhir, yakni pengecekan oleh penjamin kualitas (quality control). Baik di industri mesin, peralatan elektronik, produk kesehatan, tak ketinggalan sekolah. Kenapa sekolah?

Setiap penghujung bulan Agustus, Wakasek Bidang Kurikulum sekolahku menyampaikan sebuah surat bertajuk "Susunan Panitia MIT I (Midterm I Test)" atau yang disebut juga "Penilaian Tengah Semester". 

Isinya petunjuk jumlah dan jenis soal tiap jenjang, guru pengajar serta korektor, tenggat waktu pengumpulan pada korektor, tenggat waktu pengumpulan bendel lengkap pada staf admin dan jadwal pelaksanan tes.

Korektor bertugas mengoreksi bendel soal dari tiap mapel. Mereka yang menyandang gelar ini adalah Kepsek, Waka Kurikulum, serta para guru senior. 

Peran tersebut sangat vital, tak ubahnya QC dalam sebuah perusahaan. Tak ada bendel yang lolos tanpa dicek korektor.

Draf soal Penilaian Tengah Semester ditandai oleh korektor | Dokumentasi pribadi
Draf soal Penilaian Tengah Semester ditandai oleh korektor | Dokumentasi pribadi

Tak hanya perangkat tes tengah semester, di sekolahku draf yang harus dikoreksikan adalah tes bulanan (monthly test), ringkasan (summary), dan tugas harian (daily task)---jika perlu. 

Sebanyak 13 mapel dikalikan 2 perangkat pembelajaran tiap bulan. Bisa Anda bayangkan berat kuk yang harus dipikul seorang korektor.

Membiasakan murid pada soal-soal AKM

Sejak tahun lalu, pemerintah dinas pendidikan sudah menyosialisasikan tentang pelaksanaan Asesmen Kompetensi Minimum (AKM) yang pelaksanaannya September 2021. 

Sejak awal tahun ajaran, kepala sekolah menyampaikan, peserta AKM (jenjang SD dimulai oleh kelas 5) harus mulai dibiasakan dengan model soal AKM, khususnya untuk konten literasi dan numerasi. Contohnya bisa dilihat di pusmenjar.kemdikbud.go.id.

Baca juga: Apa dan Bagaimana Cara Membuat Soal AKM?

Wakakur menghimbau agar para guru menerapkan model soal AKM mulai dari tes bulanan. Harus dibiasakan, toh? Terlebih dalam tes tengah semester.

Komposisi pokok dari soal model AKM yakni ada stimulus (berupa teks, gambar, tabel, atau infografis) menggunakan kata kerja objektif dalam Taksonomi Bloom minimal level C3, serta tipe soal yang lebih bervariatif selain pilihan ganda, esai dan uraian. 

Tak kalah penting, "haram" bagi kami membuat soal yang jawabannya bisa diberitahu Google.

Daftar Kata Kerja Operasional menurut Taksonomi Bloom | Dokumentasi pribadi
Daftar Kata Kerja Operasional menurut Taksonomi Bloom | Dokumentasi pribadi

Dalam tematik, mata pelajaran yang aku ampu, aku pontang-panting meski sudah terbiasa membuat soal dengan menyertakan stimulus. 

Terbiasa menunda dan menyepelekan, sih. Selain itu, masukan dari Waka lumayan banyak. Ditandai dengan spidol berwarna, macam mahasiswa skripsi gitu. Namun, ini membentuk diri kami makin handal.

Kami yakin melalui filter para korektor, soal-soal kami bisa lebih berkualitas, mendorong anak untuk berpikir kritis. Bukan membiasakan hapalan. Ini cara kami menjaga kualitas.

Keponakanku, sudah SMP mendapat latihan soal dari gurunya. Bunyi soalnya, "Indonesia dikenal sebagai negara yang mempunyai kekayaan alam berupa barang tambang, yaitu berupa barang-barang yang diambil dari..." 

Nyaris tak beda dengan zamanku SD. Miris. Jika begitu, kecakapan apa yang mau dicapai?

Aku bersyukur, di sekolahku ada korektor. Apa saja masukan untuk soal yang aku buat? Berikut ini aku merangkumnya.

1) Lebih banyak variasi soal

"Mr, ditambahkan jenis soal dengan kotak centang y..." Begitu penanda dari korektor di halaman muka. Paling jelas dan lugas. Hanya coretan itu? Ngimpi.

Tak jauh dari pesan itu, ada coretan panjang menyala, bahkan jarak spasi pun "dikuliti". 

Nampak, pembuat soal amatiran. Sudah terbiasa dibegitukan sama dosen sih. Bedanya, ini kan sudah bukan mahasiswa.

Catatan korektor yang maknyus | Dokumentasi pribadi
Catatan korektor yang maknyus | Dokumentasi pribadi

Tipe soal yang selama ini aku pakai (paling umum) adalah pilihan ganda, esai, uraian; divariasikan dengan memilih, mencocokkan dan mendeskripsikan gambar. 

But, it doesn't enough. Kotak centang, salah satu tipe soal yang Waka ingin aku terapkan. Tipe soal ini tersedia di fitur Google Form.

Konsepnya, ada beberapa pernyataan disajikan. Murid harus mengklik pernyataan mana saja yang sesuai pertanyaan. 

Itu penting untuk "mendiagnosis" apakah murid memahami soal atau tidak. Jika semua dicentang, Anda tahu artinya.

2) Membuat bagan yang jelas

Salah satu soal dalam pelajaran tematik, muatan Bahasa Indonesia, aku memberi stimulus berupa teks bacaan. 

Lalu informasinya disajikan melalui peta pikiran yang berisi pertanyaan dan jawaban berdasarkan kata tanya "5W+1H" (what, who, why, where, when + how).

Baca juga: "Mind Map", Tugas Tematik yang Menarik

Disebabkan tes daring, tidak bijak meminta murid membuat bagan sebab membuang waktu. 

Maka, aku sajikan bagan beberapa di antaranya kosong. Tiap bagan aku beri (A), (B), dan (C). 

Ada bagan yang berisi kalimat jawaban, yang bagian kosong untuk pertanyaan dan sebaliknya. Tapi...

"Apa fungsi blank di bagan A, Mr?" Begitu bunyi pesan kasih dari Waka, wkwkwk

Aku anggap Miss-nya Waka mewakili beberapa murid. Mereka pun pasti bingung. 

Syukur ada korektor yang bisa melihat blind spot. Akhirnya aku tambahkan kata "pertanyaan" di depan garis blank agar lebih jelas.

3) Soal yang aplikatif

Bangsa ini butuh manusia yang solutif, bukan yang kerjanya fiktif. Demikian juga generasi emas Indonesia butuh soal yang aplikatif, tak lagi teoritif.

Kukira cukup dengan memberikan stimulus berupa beberapa gambar. Ternyata Waka bisa melihat lebih tajam, kualitas soalku kurang aplikatif. 

"Pak Anton adalah seorang penjual sandwich. Kegiatan mana yang akan membantu Pak Anton dalam pembuatan sandwich?" 

Soal tersebut lebih aplikatif ketimbang, "Kegiatan ekonomi di bidang perkebunan ditunjukkan oleh gambar...."

Tipe soal aplikatif artinya menyentuh kehidupan murid sehari-hari. Tidak terkurung di balik tembok teori dan pengetahuan umum. 

Dengan begitu anak tidak terpisah dari lingkungan. Pikirannya juga logis-realistis, bukan mengambang.

Nah, Anda mesti sepakat, penting untuk soal tes dicek oleh korektor. Meski tak selalu mudah atau pun menyenangkan. Semua demi mempersiapkan generasi emas yang lebih baik. --KRAISWAN

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun