Membiasakan murid pada soal-soal AKM
Sejak tahun lalu, pemerintah dinas pendidikan sudah menyosialisasikan tentang pelaksanaan Asesmen Kompetensi Minimum (AKM) yang pelaksanaannya September 2021.
Sejak awal tahun ajaran, kepala sekolah menyampaikan, peserta AKM (jenjang SD dimulai oleh kelas 5) harus mulai dibiasakan dengan model soal AKM, khususnya untuk konten literasi dan numerasi. Contohnya bisa dilihat di pusmenjar.kemdikbud.go.id.
Baca juga: Apa dan Bagaimana Cara Membuat Soal AKM?
Wakakur menghimbau agar para guru menerapkan model soal AKM mulai dari tes bulanan. Harus dibiasakan, toh? Terlebih dalam tes tengah semester.
Komposisi pokok dari soal model AKM yakni ada stimulus (berupa teks, gambar, tabel, atau infografis) menggunakan kata kerja objektif dalam Taksonomi Bloom minimal level C3, serta tipe soal yang lebih bervariatif selain pilihan ganda, esai dan uraian.
Tak kalah penting, "haram" bagi kami membuat soal yang jawabannya bisa diberitahu Google.
Dalam tematik, mata pelajaran yang aku ampu, aku pontang-panting meski sudah terbiasa membuat soal dengan menyertakan stimulus.
Terbiasa menunda dan menyepelekan, sih. Selain itu, masukan dari Waka lumayan banyak. Ditandai dengan spidol berwarna, macam mahasiswa skripsi gitu. Namun, ini membentuk diri kami makin handal.
Kami yakin melalui filter para korektor, soal-soal kami bisa lebih berkualitas, mendorong anak untuk berpikir kritis. Bukan membiasakan hapalan. Ini cara kami menjaga kualitas.