Mohon tunggu...
Kraiswan
Kraiswan Mohon Tunggu... Guru - Pengamat dan komentator pendidikan, tertarik pada sosbud dan humaniora

dewantoro8id.wordpress.com • Fall seven times, raise up thousand times.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

"Mind Map", Tugas Tematik yang Menarik

20 Agustus 2021   22:23 Diperbarui: 21 Agustus 2021   09:03 3786
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Peta pikiran, mengombinasikan kalimat, garis, bentuk dan warna dalam menyajikan informasi | dokpri/ HAZEL A.W.

Seorang profesor sedang mengajar anak-anak SD. Menurutnya, Tuhan tidak ada karena bertentangan dengan sains. Tak bisa dilihat dan disentuh. Seorang bocah lelaki, nekat membantah argumen sang profesor. "Apa kau punya otak, professor?" Anda tahu jawabnya, si profesor tersulut oleh bocah SD. "Anda tak bisa melihat dan menyentuh otak Anda.", lanjut si bocah "Jadi Anda tak punya otak." Kelas selesai. --Albert Einstein

Bagaimana cara membuktikan bahwa kita memiliki otak? Hanya dokter bedah dan perawat dan Tuhan yang tahu. Bisa juga dengan melakukan tes IQ. Anda pernah melakukannya waktu sekolah, kan? Berpikir, itu satu bukti mutlak bahwa kita punya otak.

Metode sederhana untuk melatih kemampuan otak adalah dengan membuat mind map (peta pikiran). Suatu metode yang diperkenalkan Tony Buzan, seorang pengembang potensi manusia berkebangsaan Inggris pada 1974 guna memaksimalkan otak kiri dan kanan secara serentak. (wikipedia.org)

Prinsip dasar mind map yakni menggunakan teknik curah gagasan dengan menggunakan kata kunci, simbol, gambar dan melukiskannya dalam kesatuan pada tema yang dibahas. Dalam bahasa paling sederhana, proses menerima informasi, mencerna, lalu menyajikannya secara tertulis melalui sebuah bagan.

Manfaat peta pikiran diulas Joyce Wycoff dalam "Menjadi Superkreatif dengan Pemetaan Pikiran". Diantaranya memperkaya kegiatan curah gagasan, menyusun daftar tugas, melakukan presentasi yang dinamis dan untuk mengenali diri. (wikipedia.org)

Bermula dari tugas harian

Di sekolahku, proses penilaiannya melalui tugas harian (daily task) dan tes bulanan (monthly test), tengah dan akhir semester. Tugas harianlah yang cukup menarik, bobotnya 40% dari keseluruhan. Tak boleh disepelekan.

Tapi kalau tiap hari ada tugas, siswa mana yang tahan? Apalagi pelajaran Tematik (K-13), isinya empat muatan pelajaran. Apalagi situasi pandemi.

Di sini banyak kalangan kalang kabut. Tak memberi tugas, gurunya salah. Kebanyakan tugas---apalagi kalau tugasnya berbarengan, tenggat waktu pengumpulan singkat, susah lagi---anak gampang menyerah, emaknya mencak-mencak. Wali kelas bak debt collector di mata guru mapel. Pusying.

Dari ribuan ratusan tugas yang aku berikan pada siswa, berulang tiap angkatan, aku selalu terjebak dalam siklus tadi. Kalau bisa, tak usahlah membebani anak orang. Biar semua senang. Soalnya pasti banyak drama.

Di satu bagian Tema 2, aku memberi tugas siswa untuk membuat peta pikiran dari teks bacaan. Harapannya, anak bisa mengambil sarinya, lalu menyajikan dengan cara unik. Metode ini tidak hanya mengasah aspek kognitif, melainkan psikomotorik. Anak perlu mengembangkan kemampuan menggunakan penggaris, mengukur, dan menghitung. Yang menggunakan komputer, perlu memilih shape, berapa ukurannya, warna apa yang dipilih.

Kesannya datar saja waktu aku memberikan tugas ini. Bisa ditebak jalannya cerita. Meski begitu aku menempuhnya dengan ikhlas. Inilah jalan hidupku, mau bagaimana?

Tapi... Aku dibuat kagum oleh karya anak-anak kelas 5. Aku salah. (Sebagian besar) Mereka bekerja melebihi ekspektasi. Ternyata, anak-anak bisa menyajikan informasi dengan menarik.

Berikan petunjuk yang jelas, mudah dimengerti

Aku membuat lembar kerja melalui Ms. Word, lalu mengunggahnya di Google Classroom. Lembar kerja berisi petunjuk pengerjaan, rubrik penilaian dan lampiran (jika ada). 1) Membaca teks dari buku paket, 2) Membuat peta pikiran berisi pertanyaan dan jawaban dengan kata tanya "5W+1H", minimal lima bagan, 3) Peta pikiran bisa dibuat melalui Google Document (file Word yang aku lampirkan di Classroom)---kecanggihan akibat pandemi, Microsoft Word, atau manual dengan kertas.

Meski sudah serba digital, daya tangkap dan fasilitas anak berbeda-beda. Jadi, sebisanya aku memberikan multi opsi, yang bisa memudahkan anak mengerjakan. Mau mengerjakan dengan soft file atau di kertas biasa lalu difoto dan dikirim melalui Classroom sama saja. Bedanya, 'kepatuhan' mereka pada rubrik yang kuberikan. Ya, penilaian wajib dengan rubrik/ kriteria. Ini menolong guru agar objektif, dan siswa mengerjakan sesuai ekspektasi.

Mulanya biasa, malah membuatku terpesona

Saat menyampaikan metode belajar dengan mind map, niatnya mau mendemonstrasikan cara penggunaan Google Document. Tapi apa daya, jaringan internet labil, performa laptop pun kecil. Demonstrasiku gagal. Informasi utama mereka dari slides PPT. Aku agak pesimis, bagaimana kalau anak belum paham dan tidak mengerjakan sesuai ekspektasi?

Tibalah hari mengecek tugas. Kain merah-putih diikat di kepala. Pensil tertancap di mulut. Jari-jemari di atas papan ketik. Boeng, Majoe Boeng!

Ternyata, murid-muridku mengerjakan dengan sangat baik. Kontennya lengkap, dibuat dengan rapi, berwarna-warni bahkan ada yang membuat dengan banyak cabang! Yang dikerjakan dengan komputer/ laptop canggih. Yang mengerjakan manual juga gigih. KEREN!

Berikut ini aku tampilkan sebagian karya menarik para muridku. Bukan berarti karya lain tidak bagus. Semua bagus. Disebabkan keterbatasan ruang. Tiap goresan pensil, bolpoin/ spidol; tiap bentuk yang dikreasi dengan aplikasi komputer menggambarkan bagaimana pikiran mereka membentu pola/ peta yang rumit, tapi unik.

Peta pikiran dibuat manual | dokpri/ DOMINIQUE GRACE, SIDNEY QUINN
Peta pikiran dibuat manual | dokpri/ DOMINIQUE GRACE, SIDNEY QUINN

Peta pikiran 3D, ditulis di sticky notes lalu ditempel di kertas putih | dokpri/ JAYCEE
Peta pikiran 3D, ditulis di sticky notes lalu ditempel di kertas putih | dokpri/ JAYCEE

Peta pikiran dihubungan bukan dengan tanda panah, tapi petir, wkwk | dokpri/ LEYA
Peta pikiran dihubungan bukan dengan tanda panah, tapi petir, wkwk | dokpri/ LEYA

Peta pikiran dibuat hanya dengan Ms. Word oleh murid dari Singapura yang belum lancar Berbahasa Indonesia | dokpri/ HEIDI
Peta pikiran dibuat hanya dengan Ms. Word oleh murid dari Singapura yang belum lancar Berbahasa Indonesia | dokpri/ HEIDI

Makin rumit peta pikiran, bisa jadi makin kreatif murid | dokpri/ ALTHEA KIRANYA
Makin rumit peta pikiran, bisa jadi makin kreatif murid | dokpri/ ALTHEA KIRANYA

Terima kasih sudah mengerjakan tugas dengan baik, anak-anakku. Semoga kalian terus adaptif dan inspiratif meski di masa pandemi. --KRAISWAN

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun