Mohon tunggu...
Kraiswan
Kraiswan Mohon Tunggu... Guru - Pengamat dan komentator pendidikan, tertarik pada sosbud dan humaniora

dewantoro8id.wordpress.com • Fall seven times, raise up thousand times.

Selanjutnya

Tutup

Entrepreneur Artikel Utama

Dari Pegagan, Tertunda jadi Juragan

11 Agustus 2021   18:19 Diperbarui: 13 Agustus 2021   04:01 1060
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Daun pegagan. Sumber: Bruce Lam/Pixabay via Kompas.com

Satu dua teman yang penasaran dan yang tahu khasiatnya mulai memesan. Dari mulut ke mulut, keripik pegaganku mulai terkenal. Satu dua orang dari Facebook juga meng-inbox atau japri untuk memesan. Teman kerja ibuku tak ketinggalan. Dari yang mengecer tiap minggu, sampai beli kiloan untuk penganan lebaran.

Wah, masa depan bisnis ini nampak cerah. Kalau terus berkembang, dari pegagan saja aku bisa jadi juragan. Begitu ambisi dalam kepala.

Jalan tak selalu mulus

Aku tak pernah bermimpi menjadi pebisnis atau pengusaha. Satu, tak ada bakat. Dua, tak cukup modal. Tiga, takut berhutang. Lagipula, tak ada benda berharga sebagai jaminan.

Mengerjakan pegagan ini tak perlu banyak modal. Tim pendukungnya pun keluarga sendiri. Bahan baku gratis membuat harga jualku lebih murah dibanding produk lain. Jadi, tak nampak kesulitan di awal.

Bicara keberlanjutan, ini yang sulit. Meski tidak banyak orang yang mengerjakan pegagan, tapi bahan baku utamanya mengandalkan di hutan karet. Saat musim kemarau banyak yang mati. Ada sedikit pun disikat sampai ke akar-akarnya oleh para pencari rumput.

Kenapa tidak membudidayakan sendiri? Tidak punya cukup lahan. Mau sewa lahan, modal lagi kendalanya. Belum bicara pupuk, perawatan, waktu serta tenaga. Ini masih sambilan. Aku pernah mencoba menanam di plastik bekas minyak. Awal-awal tumbuh subur, daunnya besar-besar, setelahnya layu dan mati.

Kalau aku membeli daunnya, artinya harus menaikkan harga jual. Ada yang jual Rp. 40.000/kg daun basah. Ini juga tidak mudah. Maka, posisiku terhimpit. Hingga aku menulis ini, promosiku tidak segencar sebelumya. Aku tidak sanggup memenuhi permintaan, apalagi kalau jumlahnya besar.

Pelajaran penting

Aku bak menghadap tembok tinggi, yang belum menemukan alat untuk melampauinya. Apakah aku berhenti? Ya. Tapi, tidak. Hanya mengambil jeda. Di balik ketidaksuksesanku, berikut pelajarannya.

Melihat peluang, dan mengerjakannya. Wong pinter kalah karo wong sugih. Wong sugih kalah karo wong bejo. Wong bejo kalah karo wong sregep. Orang beruntung kalah dengan orang tekun.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Entrepreneur Selengkapnya
Lihat Entrepreneur Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun