Mohon tunggu...
Kraiswan
Kraiswan Mohon Tunggu... Guru - Pengamat dan komentator pendidikan, tertarik pada sosbud dan humaniora

dewantoro8id.wordpress.com • Fall seven times, raise up thousand times.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Bukan Vaksin Apalagi Susu Beruang, Ini Senjata Ampuh Melawan Covid-19

5 Juli 2021   23:09 Diperbarui: 5 Juli 2021   23:36 1037
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tetap memakai masker meski di rumah | foto: KRAISWAN

Akhir-akhir ini, seiring ganasnya virus Corona di Indonesia, masyarakat dibuat panik. Batuk sedikit, panik. Tetangganya flu dan bersin, panik. Lalu belanja berlebihan, melampaui kebutuhan dan di luar nalar.

Istilahnya panic buying, belanja karena panik. Yang dibeli juga tak berkaitan langsung dengan keselamatan, misalnya susu beruang, paling parah, tabung oksigen. Perilaku menimbun itu lho! Menahan rezeki bagi yang sakit/ betulan membutuhkan.

Iya, itu semua bisa menopang kesehatan. Tapi pakailah otaknya dikit. Kalau masih sehat, bisa bernafas normal, kenapa menimbun oksigen? Kapan pinternya...

Menurut para ahli kesehatan, cara menjaga kesehatan khususnya di tengah pandemi Covid-19 yakni makan buah-sayur, minum vitamin C, vitamin D alami dari sinar matahari, istirahat cukup, dan jangan stres. Harus happy. Selain itu juga tetap menjaga prokes 5M, dan harus divaksin dua kali.

Baca juga: Kami Berani Divaksin, Kamu?

Masalahnya, kenapa orang yang sudah dua kali divaksin masih bisa terpapar Covid-19? Di sini yang banyak gagal paham. Orang mengira, kalau sudah dua kali vaksin tubuh otomatis kebal dari virus. Tidak semudah itu, bro! 

Tubuh perlu waktu untuk membentuk sistem imun/kekebalan terhadap virus. Apalagi mengabaikan prokes. Artinya, vaksin bukan senjata instan mengalahkan virus, apalagi susu beruang. Belinya rebutan lagi.

Kenapa sudah divaksin tapi masih bisa terpapar Covid-19 | sumber: vaccine-safety-training.org
Kenapa sudah divaksin tapi masih bisa terpapar Covid-19 | sumber: vaccine-safety-training.org

Baca juga: Susu Beruang dan Lambannya Kita Belajar di Masa pandemi

Dari pengalamanku sebagai penyintas Covid-19, sejak isoman berikut ini suplemen non-fisik, senjata ampuh untuk melawan Covid-19.

Perasaan dicintai 

Aku tidak membicarakan cinta yang dangkal, perasaan kasmaran penuh polesan seperti sinetron di Indosiar atau drakor. Aku membahas cinta yang realistis.

Dalam Bahasa Yunani, cinta (kasih) dibagi empat jenis. Eros, ungkapan cinta antara suami-istri. Philia, kasih yang dinyatakan antarteman. Misal, Anda ditraktir/ditolong oleh teman. Storge, kasih orang tua kepada anak. Orang tua memberikan hadiah atau mainan kepada anak misalnya.

Yang tingkatannya lebih tinggi yakni Agape, kasih tanpa syarat. Jenis ini berbeda dengan tiga kasih lainnya. Kita mengasihi karena orang lain (pasangan, orang tua, teman) mengasihi. Sebaliknya, jika mereka berlaku jahat, mustahil kita bisa mengasihi.

Agape adalah kasih yang "meskipun". Meskipun kita selalu menyakiti, memperkatakan yang tidak sopan, memperlakukan yang jahat bahkan membalas dengan air tuba, kasih itu tetap dinyatakan. Jenis kasih ini diteladankan pertama kali oleh Yesus melalui pengorbanan di kayu salib.

Kembali pada isomanku. Yang pertama-tama membuatku tetap tegak dari terpaan virus adalah karena perasaan dicintai oleh istri---penolong hidupku. Dengan anugerah Tuhan, ikatan kasih di antara kami melebihi kasih Eros. Kami lebih dulu mengalami kasih dari Tuhan, yakni Agape sehingga dimampukan mengasihi pasangan tanpa syarat. Dalam kondisi sakit atau susah sekalipun, kami tetap mengasihi.

Nah, perasaan dicintai ini yang menjadi energi utama agar sistem imunku segera pulih. Dengan perasaan dicintai, aku merasa tenang, damai dan tetap sukacita meski raganya sakit. Jauh dari ancaman stres. Kalau sudah tenang, suplemen lain pun mudah diterima tubuh.

Akibat cinta dari istri aku memiliki,

Hati yang gembira adalah obat yang manjur

Mendapat dukungan dan perhatian

Sebelum memberitahu istri bahwa aku positif Covid-19, dukungan yang pertama aku dapat dari ibu mentor dan rekan-rekan pelayananku. Harus bersukacita dan tetap semangat!, begitu dukungan mereka. 

Tak hanya itu, dukungan konkret mereka berikan dengan memesankan kamar untuk isoman, membelikan bahan makanan, minuman, obat, multivitamin dan makan tiga kali sehari.

Bahkan ibu mentorku menghubungi satgas Covid Jatim-Bali agar aku bisa konsultasi daring via WA. Ditanyakan gejalanya apa, apa yang dirasakan, apakah ada alergi pada makanan tertentu, sampai diberikan obat dan vitamin untuk mengurangi gejala sakit. Perhatian semacam itu menjadi senjata ampuh untuk memerangi si virus. Terima kasih ibu mentor dan rekan-rekan terkasih!

Ngeyel demi prokes

Ada kalanya sikap ngeyel itu diperlukan. Tapi ngeyel yang pakai akal dan hikmat.

Menyangkali virus Corona, mengabaikan protokol kesehatan, menolak divaksin, memaki nakes, menuduh rumah sakit meng-covid-kan, menuding pemerintah melakukan propaganda---tapi kalau ada bansos berdiri paling depan. Itu adalah contoh-contoh sikap ngeyel yang keliru, sesat pikir.

Yang "sebangsa" dengan pemilik pandangan di atas yakni mereka yang menganggap susu beruang, tabung oksigen dan benda-benda tertentu diyakini bisa mengalahkan virus. 

Mengutip unggahan WA teman, yang bisa menyembuhkan tubuh dari Covid-19 adalah imun dalam tubuh yang Tuhan ciptakan. Tak usah pusing dengan merek obat, atau multivitamin yang diberikan dokter. Jangan panik oleh info dari grup WA.

Ngeyel yang kumaksud adalah ngeyel bermartabat. Anda ditertawakan karena mamakai masker dan sering mencuci tangan pakai sabun. Anda dirundung karena habis divaksin badan pegal-pegal, demam dan jadi banyak makan. Padahal Anda sudah berkali disarankan agar menolak vaksin, biar gratis.

Tetap memakai masker meski di rumah | foto: KRAISWAN
Tetap memakai masker meski di rumah | foto: KRAISWAN

Anda dianggap cemen dan lebay karena menegakkan protokol kesehatan secara ketat. Dianggap penakut. Anda ditertawakan karena sudah susah payah menjaga prokes, akhirnya terpapar juga. (Nah, berarti virus ini nyata berbahaya, toh?) Bahkan pelakunya oleh orang terdekat, keluarga sendiri.

Selamat! Jika anda mengalami hal-hal itu, anda dalam posisi benar. Hati nurani dan akal sehat Anda masih bekerja. Anda tidak menyerah pada kebodohan dan kesesatan berpikir. Anda pejuang!

Malam pertama di rumah singgah (sebelum esoknya aku tes swab dan ketahuan reaktif) aku ngeyel memakai masker saat tidur. Aku beritahu rekanku, baru saja kontak erat dengan pasien Covid-19. Meski dua kali swab negatif, aku mau berjaga-jaga.

Awalnya temanku risih, tidur kok pakai masker. Akhirnya dia mengerti, dan tidur pun pakai masker. Tak seorangpun tahu, siapa yang mungkin membawa virus. Aku ngeyel. Konyol? Buktinya, itu efektif memangkas penularan pada rekanku.

Demikian tiga senjata ampuh versiku untuk melawan si virus Corona. Anda punya versi tersendiri? --KRAISWAN 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun