"Tarik nafas yang dalam, keluarkan lewat hidung. Lakukan dua kali. Pada tarikan ketiga buang nafas lewat mulut, tiupkan udara ke dalam kantong, lalu pencet tombol penutupnya." Begitu bunyi instruksi di kertas tertempel. "Sudah pernah tes GeNose?" Gelengan kepala membuat mbak petugas harus turun tangan.
Pengambilan sampel selesai, petugas mengolahnya. Dag-dig-dug serrr.... Takut? Tidak, tapi sedikit cemas. Setelah 20 menit, nama kami bertiga dipanggil. Di setengah lembar kertas A4 itu tertulis jelas: NEGATIF.
Puji Tuhan! Lega. Langkah berikutnya pasti lancar.... Tapi, apa jaminan?
"Pertama kali naik kereta di era pandemi, aman kok!" Itu judul yang sudah menyembul-nyembul di kepala begitu tiba di rumah singgah. Tapi belum dibuat draf, judul itu salah total! Kenapa salah?
Senin malam, jam 21.14 WIB kami tiba di stasiun Gubeng, langsung pesan Gocar ke rumah singgah. Sejam kemudian kami baru makan malam, dipesankan belut penyet. Esoknya, 22/6 tenggorokanku meradang. Pasti gegara minyak goreng penyetannya, pikirku.Â
Kutanya rekanku, tak ada masalah. Kami sarapan, lalu kembali tidur. Beranjak sekitar jam 13.00 untuk briefing tim inti. Setelah cek lokasi dan diskusi kecil, petangnya kami tes swab di halaman gereja.
Sempat antri sebentar, tiap kami selesai diambil spesimen dari hidung. Saat menunggu di dalam ruangan, ibu mentorku menelepon, memintaku ke luar. Ada apa?
"Pak, kami harus sampaikan, Pak Kris positif." JEDYARRRRR! Langit malam tetap gelap, suara petir tadi tak berwujud. Bagaimana bisa...???! Kenapa......
Nah kawan, mudah saja aku menasehati kalian agar tetap tenang dalam kondisi tegang. Waktu mengalaminya sendiri, susah! Tarik nafas, keluarkan perlahan... Harus tenang. Jangan panik. Jika panik makin melemahkan sistem imun. Apa langkah berikutnya?
Pilihannya, aku dipulangkan---sebelum bertanding---atau isoman. Panitia sedang repot, ditambah susah dengan kondisiku. Kalau dipulangkan, bagaimana caranya? Tak mungkin kendaraan pribadi atau bus. Pilihan terbaik saat ini isoman.