"OK, cek suhu dulu ya...", sejurus kemudian tanganku disemprot handsanitizer sampai muncrat ke banyak sisi. "Tulis nama dulu mas... Karena di dalam ada lima orang yang antri, masnya nunggu di luar dulu ya. Nanti saya panggil." Buset...
Harus diakui, di Barbershop 2 itu prokesnya OK punya. Antrian di dalam dibatasi, dibuat berjarak. Barberman-nya memakai masker dan face shield. Bahkan pelanggan tetap diizinkan memakai masker. Wow!
Tapi, fungsi utama mereka malah tak efektif. Jasa mereka di bidang pangkas rambut. Orang datang ya mau pangkas rambut. Kenapa harus dibuat repot dan malah tidak nyaman?
Datang mau potong, bukan belanja
Baru saja aku duduk, si barberman menawarkan banyak menu. Bak makan di warteg. "Mau pakai penutup badan sekali pakai, Kak?"// Nggak mas.Â
Meski penutup badan itu cuma Rp. 3.000, aku ogah membelinya. Toh sampai rumah aku bakal langsung mandi, mencuci semua yang dikenakan. Ogah nyampah.
Ibarat ujian di bulan puasa, si barberman adalah si penguji. "Mau potong gimana mas?" Biasa. "Biasanya yang kayak gimana? Masnya pernah potong ke sini?" Heee mantan! Lu pekerja baru kan, bawel!
Cuma sepuluh menit, rambutku kelar dipotong. Cuma sedikit dipotongnya. Lalu hanya dikeramas, dan dikeringkan rambut, tanpa pijat! "Mau vitamin rambutnya, Kak?" Nggak mas. (Situ kismin ya, wkwkwk) Aku sudah pengalaman. Dulu, aku ditawari vitamin rambut juga. Cuma sebiji kapsul, Rp. 5.000 cuy!
Helooo, gue mau potong rambut, bukan belanja.
"Datang ganteng, pulang tambah ganteng", begitu motto barbershop mahal. Lha aku datang ganteng, pulangnya malah berkurang kadar gantengnya. Hadeuh!