Kenapa keluarga tidak memberitahu? Mengapa tidak ada otoritas berwenang yang mencegah? Kenapa dibiarkan? Kenapa aku tidak kritisi di awal? Kenapa.... Kenapa...??? (Kecerobohan kedua)
Aku sudah (berani) divaksin tahap pertama, sering mencuci tangan pakai sabun, selalu pakai masker saat di luar rumah, serta tidak berkerumun. Pola makan juga diatur yang sehat-bergizi. Tapi apalah daya, biar sudah susah-susah mematuhi prokes, positif juga...
Minum vitamin, mikir yang happy-happy, dan selalu bermasker. Begitu saran temanku. Gile lu ndro, kontak erat dengan orang positif mana bisa happy-happy...
Info dari temanku, orang Dinkes, ada missed dari pihak keluarga almarhum dan tetangga. Aku tak ingin menyalahkan siapa pun. Justru mengambil perenungan pribadi. Apakah aku sadar resikonya sebelum berangkat...?
Tak perlu meratapi hidup, aku harus mengambil tindakan. Diam, pura-pura pintar atau bicara? Aku pilih bicara. Malam itu juga aku japri kepsek, wakasek guna izin WFH. Aku tak takut dikucilkan, atau membuat kantorku gempar. Toh aku tak kontak erat, tiada gejala. Aku lebih takut kalau tanpa gejala ternyata ketempelan virus, lalu menularkan pada lebih banyak orang. Itu lebih mengerikan, dan menyusahkan. Aku mengikuti nurani, bukan semata logika.
Berikutnya, aku perlu melakukan tes untuk memastikan. Biayanya dari mana? Mana gaji ngepas, kebutuhan kian luas. Lha aku kudu piye? Menyesal karena datang melayat, menyalahkan orang lain? Syukurnya, teman yang bekerja di Dinkes mendaftarkanku untuk tes PCR. Gratis.
Begitulah, aku positif... dites PCR. Semoga hasilnya negatif, amin!
Alih-alih clikbait, aku ingin pembaca belajar dari pengalamanku. Supaya tidak turut ceroboh sepertiku.
Kamis 9/6 jam 8.00 aku dan teman-teman yang melayat diminta datang ke Puskesmas pembantu di dekat domisiliku. Kenapa aku katakan positif? Aku bersama orang-orang baik lainnya masih ada niat baik, mau datang untuk dites. Ada loh manusia yang enggan, bahkan memaki tanpa dosa pada nakes yang menjalankan tugas.
Aku datang belakangan karena masih bertugas melalui Google Meet. Langsung menuju meja pendaftaran, menyebutkan nama dan diberi tabung tempat menaruh sampel cairan tubuh. Aku mengantri, ada sekitar enam orang yang lebih dulu tiba.