Lebaran telah usai, berarti liburan juga selesai. Baru sesaat menikmati kebebasan setelah hampir dua tahun dikungkung pandemi, sudah harus kembali di kenyataan. Bejubel di jalanan, antrian daftar pekerjaan, dan sekolah jarak jauh.
Ah, sebentar lagi kan tahun ajaran berakhir, berarti liburan di depan mata. Para murid ingin secepatnya menyelesaikan tes akhir. Para guru pun ingin segera mengolah nilai dan menandatangani laporan hasil belajar. Setelah itu, bebas mau piknik!
Apakah harus menunggu hari besar, tanggal merah dan akhir tahun ajaran demi bisa piknik? Relakah kita menyelingi hari-hari sesak di kantor atau kelas daring dengan jejalan umat manusia di tempat wisata? Bisakah di hari biasa kita menikmatinya serasa liburan? Bisa.
Bagi saya, liburan adalah tentang menikmati alam sekitar bersama orang terkasih. Pengennya sih ke Bali sambil kerja. Tapi kok ketinggian. Kali ini tak harus di tempat populer dan mahal. Bagaimana caranya? Berikut ini beberapa cara yang bisa diadopsi.
1) Yang jaraknya terjangkau, tidak macet
Di sekitar tempat tinggal pasti ada tempat wisata yang bisa didatangi. Tidak semua memang. Tiap daerah biasanya punya kenampakan alam masing-masing. Entah pantai, danau, waduk, wahana air, sungai, air terjun, perbukitan, persawahan atau sumber mata air.
Tiga daftar pertama adalah lokasi mainstream, jadi otomatis kami hindari. Pasti penuh sesak, ditambah macet. "Wisata" persawahan pernah saya ulik di sini. Kini, gantian diulas tentang sumber mata air.
Â
Di Salatiga ada beberapa sumber mata air sebagai tempat wisata, diantaranya Muncul-Banyu Biru, dan Senjoyo. Daftar terakhir lebih dekat dengan domisili kami. Bisa dijangkau 20 menit dengan motor. Jauh dari kemacetan karena pengunjungnya warga lokal.
Keuntungan tempat wisata semacam ini, tidak capek di perjalanan. Bisa menikmati suasana saat berangkat maupun pulang.
2) Yang alami, tiketnya murah
Pilihlah tempat wisata yang alami, bisa berupa perairan atau dataran tinggi. Sebagai naturalis, saya dan istri tertarik lingkungan alami, seperti sumber mata air. Kalau pun ada beberapa ornamen buatan, tidak banyak, dan tidak mengubah ekosistem aslinya. Di tempat alami ini kami bisa menikmati kesegaran bersumber dari pepohonan hijau, dan keteduhan kolam berisi ikan mas. Juga sejuknya hembusan angin sepoi-sepoi.
Di mata air Senjoyo ini sebenarnya bukan wisata komersial seperti halnya taman hiburan. Melainkan kawasan sumber mata air cukup luas dengan beberapa aliran sungai tenang. Biasanya dipakai umat muslim padusan (basuh diri) menjelang ibadah puasa. Setahun belakangan, makin banyak diminati pengunjung, oleh pengelola lokal ditambahkan beberapa wahana.
Di kolam utama pengunjung bisa menyewa perahu bebek yang dipedal. Di sudut lain ada kolam renang, airnya pasti segar! Ada juga kolam kecil berisi ikan mas, pengunjung bisa meng-adem-kan kaki. Di salah satu sudut disediakan kursi dari ban bekas dan perosotan. Ramah bagi anak. Bagi anda penikmat kopi, cocok kali menyeruput di tepi aliran air.
Pengunjung cukup membayar parkir Rp 3.000 untuk sepeda motor, sudah termasuk tiket masuk. (Untuk mobil sekitar Rp 5.000) Bandingkan dengan tempat wisata umumnya, parkir dan tiket masuk harus membayar terpisah. Sudah hemat, banyak manfaat.
3) Tempat terbuka, tapi tidak berkerumun
Hari-hari selama pandemi kebanyakan kita menghabiskan waktu lebih banyak di rumah. Sesantai, selonggar dan setenang apa pun kondisi rumah, biasanya ditemui titik bosan. Sebabnya dibatasi tembok-tembok dengan rumah tetangga atau pagar depan rumah. Kita perlu tempat terbuka yang menyajikan pandangan dan pemikiran lebih luas.
Masalahnya, biasanya di tempat piknik akan dijejali banyak orang. Adakah tempat terbuka yang tidak berkerumun? Tentu ada. Di sumber mata air Senjoyo contohnya.
Libur Hari Lahir Pancasila kemarin kami berangkat sore, sekitar jam 3. Google Maps memberi petunjuk tempat itu sedikit lebih ramai dari biasanya. Begitu tiba, memang banyak pengunjung. Tapi masih ada cukup tempat untuk kami duduk mengobrol, menikmati bekal sambil menatap kolam.
4) Bisa membawa bekal dan alas duduk
Beberapa tempat wisata melarang pengunjung membawa makanan dan minuman dari luar. Jadi, pengunjung yang hobi jajan harus membeli di lokasi wisata. Umumnya harganya lebih mahal dari pasaran.
Beda lagi dengan mata air Senjoyo. Tidak ada larangan membawa makanan atau minuman. Kalau mau bawa dari rumah boleh, meski sedikit repot. Kami bahkan membawa tikar sebagai alas duduk, hehehe. Ini niat apa hemat kebangetan? Di tepi kolam tersedia beberapa bangku bambu, tapi jumlahnya terbatas. Meski ada rerumputan sebagai alas duduk, bisa jadi kotor. Bawa alas sendiri solusinya.
Bawa makanan dan minuman dari rumah, beralas tikar, memandangi kolam berlatarbelakang pepohonan. Wuihhh... syahdu po ra?
5) Tersedia tempat berteduh
Bulan Mei-Juni seharusnya memasuki musim kemarau. Siapa sangka, cuaca sekarang ini tak pasti. Hujan bisa datang sesukanya, tak kenal waktu. Waktu kami beranjak, langit mendung. Ada niatan membawa payung lipat tapi kelupaan. Minimal ada jas hujan di jok, aman.
Betul saja, belum sejam kami mendaratkan badan, air di kolam telah diserang rintik kecil. Tak lama, betulan hujan. Gulung tikar, kemas lagi semua bekal dan mencari tempat berteduh.
Syukurnya di Senjoyo ini ada beberapa warung makan. Meski masih kenyang, kami mampir di salah satu yang terdekat. Beberapa pengunjung berdiri di emperan, numpang berteduh. Sekalian berteduh, kami memesan makanan. Nila goreng dan mendoan. Hangat-hangat, di luar hujan deras. Cocok!
Sesederhana itu piknik murah dan mudah ala kami. Apakah anda punya cara lebih asyik buat piknik? Yuk, bagikan! --KRAISWAN