Mohon tunggu...
Kraiswan
Kraiswan Mohon Tunggu... Guru - Pengamat dan komentator pendidikan, tertarik pada sosbud dan humaniora

dewantoro8id.wordpress.com • Fall seven times, raise up thousand times.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Biar Berbuat Baik Dianggap Nyentrik, Tetaplah Autentik!

28 Mei 2021   10:19 Diperbarui: 31 Mei 2021   08:16 384
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi senang berbuat baik. (sumber: unsplash.com/@anko_)

Sewaktu asyik bekerja, seorang muda mengeluh. Tetikus nirkabelnya ngadat. Masih bisa dipakai, tapi macet-macet. Pekerjaan menumpuk, dituntut segera selesai. 

Laptop---penopang utama dalam pekerjaan---kebetulan tidak berfungsi touchpad-nya, ditolong dengan tetikus nirkabel. Nah, pas juga baterai tetikus itu habis.

Sepulang kantor, si pemuda mampir ke satu tempat belanja. Ditanyanya kepada pelayan baterai merek ini, ukuran ini, berapa harganya. Satu paket berisi dua, harganya dua belas ribu. Yang isi tiga, cukup menambah tiga ribu. Dipilihnya yang isi tiga.

Ketika membayar di kasir... Di balik kemasan, pada kertas kuning jelas terbaca tulisan tangan "15.000". Tapi pemindai di kasir membacanya sebagai dua belas ribu. Si pemuda sadar kejanggalan itu, tapi diam. Kenapa? Supaya drama ini tetap berlanjut. Heyaaahh...

Label harga pada kemasan baterai tidak sesuai pada struk | dokumentasi pribadi
Label harga pada kemasan baterai tidak sesuai pada struk | dokumentasi pribadi

***

"When given the choice between being right or being kind choose kind." --Wayne Dyer

Orang tua dan guru kita sering mengajarkan agar berbuat baik kepada sesama. Masih sulit? Jangan melakukan sesuatu yang jahat. Tidak perlu muluk-muluk menjadi benar, jadilah baik terlebih dulu. 

Baik yang tidak hanya untuk diri sendiri, tapi untuk semua orang. Jika semua manusia berbuat baik bumi ini akan tetap hijau meski umurnya terus bertambah.

Setelah kuganti baterai baru, tetikusku lancar jaya. Tokcer seperti baru. Tapi, ada yang mengganjal. Baterai yang kubayar di kasir kemarin tidak sesuai harga dengan yang di label. Tiga ribu lebih sedikit dari seharusnya. Berarti ini korupsi. Tidak halal. Merampas hak orang lain. Dosa. O, tidaaakk...!

Niat baik lainnya (yang dianggap konyol) tentang penggunaan plastik, boleh mampir di sini.

Cuma tiga ribu memang. Dan kesalahan ada di pihak toko. Harusnya bukan masalahku. Tapi, sesuatu di dalam kepala bicara lebih lantang, setia pada perkara kecil

Kasirnya mungkin kurang teliti. Atau sistem komputernya yang eror. Tapi, aku pun tidak sepenuhnya benar. Kenapa aku tidak mengklarifikasi langsung waktu itu?

Siang hari, tepat keesokannya aku kembali ke toko dimaksud. Aku harus mengklarifikasi pada mbaknya kasir. Setidaknya aku mau berbuat sesuatu yang baik.

Dengan potong kompas, aku langsung menyapa petugas kasir, menjelaskan kenapa harga di kemasan berbeda dengan yang di struk. Seorang perempuan di belakang kasir sedang membereskan uang koin ke dalam kantong, pergantian shift. Temannya menerima baterai dan struk dariku, lalu bertanya pada rekannya yang lain.

Setelah menunggu sekitar 3 menit, salah satu mereka, nampak yang lebih senior meladeniku. "Masnya maunya gimana?" Loh, malah balik nanya. "Ini lho mbak, di label tertulis lima belas ribu, tapi notanya dua belas ribu. Yang mana yang benar?"

"Lha memang di mesin pemindai yang terbaca gitu og mas", jawab mbaknya. "Berarti ndak apa-apa nih?"

"Ndak apa-apa mas" "OK mbak, terima kasih." Kan, malah aku yang berterima kasih. Selepas aku meninggalkan kasir, ketiga perempuan itu sangat mungkin bergibah, "Kurang kerjaan."

Aku pulang dengan senang, dan menang. Bukan maksud sok pahlawan, membeberkan kejadian receh. 

Aku sekadar mengikuti nurani, kalau ada yang salah, tidak lurus atau janggal, ya dibereskan. Sekali lagi, salahku karena waktu membayar di kasir aku tidak langsung memberitahu, jadinya mengganjal.

Jika aku tetap cuek dan tidak mengklarifikasi, meski cuma tiga ribu, bisa jadi untuk perkara yang lebih besar aku kompromi melakukan yang tidak baik.

Di saat dunia semakin rusak dengan berupa-rupa dosa, kita perlu menjadi berbeda. Yang lain punya mobil baru, bisa beli perhiasan dan tas mahal.

Sebagian lagi bisa makan dari jatah sembako buat rakyat di tengah pandemi, lainnya lagi dari benih lobster yang diekspor. Biarkan. Kita harus memilih menjadi baik.

Meski terkadang niat baik malah dianggap nyentrik (aneh), kita mesti tetap autentik. Artinya dapat dipercaya, asli, tulen. Mengatakan "Benar" pada suatu yang memang benar, dan "Salah" pada suatu yang memang salah. 

Tidak masalah berapa besar atau banyak. Tak soal diterima baik atau malah ditertawakan. Tak apa jika dianggap aneh lalu dijauhi. Dengan terus berbuat baik, kita autentik. Menang atas nafsu dalam diri. --KRAISWAN

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun