Mohon tunggu...
Kraiswan
Kraiswan Mohon Tunggu... Guru - Pengamat dan komentator pendidikan, tertarik pada sosbud dan humaniora

dewantoro8id.wordpress.com • Fall seven times, raise up thousand times.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Optimisme di Balik Reshuffle Kabinet Jokowi, Merger Dua Buat Satu yang Baru

30 April 2021   10:42 Diperbarui: 30 April 2021   11:17 240
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: KBR/Setpres via m.kbr.id, Kemendikbudristek via kompas.com | kolase: KRIS WANTORO

Warga Indonesia gempar dengan bermacam kebijakan bidang pendidikan yang menyulitkan, khususnya orang tua. Aturan zonasi, kurikulum yang terus berganti (cuma namanya), buku paket yang dicetak ulang padahal isinya sama (biar untung percetakannya), hingga penghapusan UN. 

Mendikbud Nadiem, yang diimpikan membawa transformasi besar dalam kapal pendidikan pun masih menuai kontra dengan kebijakan guru penggerak dan merdeka belajar, misalnya. Mau adem sedikit, kita kembali dibuat bingung karena Kemendikbud dihapuskan dari nomenklatur kabinet Jokowi-Maruf. Di-merger dengan kementrian lain, lebih tepatnya.

Jika ketika masih berdiri sendiri pun Kemendikbud telah menanggung banyak PR, lebih ringankah jika dilebur dengan kementrian lain?

Apa dasarnya? Presiden Jokowi ingin membentuk satu kementrian baru, Kementrian Investasi. Merger dua, buat satu yang baru. Efisien sih. Sejalan dengan langkah beliau membubarkan delapan lembaga imajiner kapan lalu. Makin ramping, makin gesit, katanya.

Kemarin (28/04), di istana negara Jokowi melantik tiga orang pejabat, dua di kementrian, lainnya non kementrian. Langkah ini setelah mendapat persetujuan dari DPR.

Lantas, bagaimana nasib pendidikan kita?

Nadiem: Riset dan teknologi dekat dengan saya. Pakem. Tak diragukan. Tapi, menahkodai kementrian tak sefleksibel mengendarai Gojek. Harus berkoordinasi lintas kementrian, belum kalau ada yang tak suka dengan produk Nadiem.

Ibarat kata, dua tangan Nadiem harus memanggul dua kuk sekaligus, pendidikan-kebudayaan dan riset-teknologi.

Sekali lagi, Jokowi tidak salah orang. Nadiem punya kapasitas itu. Masalahnya, siapkah motor pendukungnya menyejajari langkah Nadiem? Belum tentu.

Banyak rantai birokrasi, kepentingan, dan tetek bengek di dua kementrian lama yang kudu diringkas, dirampingkan, agar gesit ke depan, dengan sisa waktu tak lebih dari tiga tahun (berakhir 2024).

Sanggupkah? Bahkan Jokowi sendiri belum tentu bisa menjawabnya.

Pendidikan penting, tapi investasi lebih penting. Seolah-olah itu yang terjadi atas kebijakan merger kementrian. Bagiku, mana tahu sejalan dengan pikiran Jokowi, dengan kondisi sekarang pendidikan tetap jalan. Mau maju, melambat atau di tempat, itu soal nanti. Yang penting jalan.

Bisa gawat kalau investasi seret. Pembangunan bakal lelet. Untuk mencapai pertumbuhan ekonomi nasional, investasi kuncinya, kata Menteri Investasi Bahlil Lahadalia.

Kembali ke pendidikan. Mau berkomentar sekritis apa pun, kita bukan pembuat kebijakan, kata pimpinan kantorku. Benar. Tapi, jika kritik satu-satunya yang bisa ditempuh, lakukan!

Optimisme Jokowi yang ditularkan pada Nadiem. Kebanyakan kita sejalan dengan sikap optimis presiden. Tapi, optimis harus melekat pada hal-hal realistis. Supaya tidak nggrambyang ke mana-mana, baiklah kita kritik.

Baru di era Nadiem, UN, untuk pertama kali sejak merdeka dari penjajah, dihapuskan. Sejak di kandang Kemendikbud Nadiem optimis, langkah tepat untuk menyejajari capaian bangsa lain adalah melalui AN (Asesmen Nasional). Tes PISA kiblatnya. Baru dibuat peta kerja dan sosialisasi, kandang Nadiem harus diperbesar kapasitasnya, ditambah kamar riset dan teknologi.

Di sinilah titik optimisme mulai nampak. Siapa kira, nanti para putra-putri negeri ini jadi ahli riset dan penguasa teknologi, yang mana merupakan makanan Nadiem sehari-hari. Apalagi sudah disediakan laboratorium raksasa bernama Badan Riset Inonasi Nasional, digawangi oleh Laksana Tri Handoko.

Pendidikan tak akan sekaku dan selempeng era mbah kakung kita. Pendidikan tetap berjalan, investasi alami pertumbuhan. Siapa tahu?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun