Mohon tunggu...
Kris Wantoro Sumbayak
Kris Wantoro Sumbayak Mohon Tunggu... Guru - Pengamat dan komentator pendidikan, tertarik pada sosbud dan humaniora

dewantoro8id.wordpress.com • Fall seven times, raise up thousand times.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

"Ayo Manortor", Tradisi Pernikahan Adat Batak

24 Januari 2021   19:03 Diperbarui: 24 Januari 2021   19:38 3011
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Selesai pemberkatan di gereja. Ki-ka: bapak mertua, bapak dari Sumatra, bapak dari Jawa, mempelai. | Dokpri

"Orang Batak itu siap mati buat pesta." Wah, macam martir. "Tapi tenang, tidak usah dipikirkan. Semuanya pasti Tuhan cukupkan." Begitulah kekuatan bapak (angkat)ku. Menyampaikan fakta betapa pun beratnya, namun sanggup menenteramkan.

***

Lahir, belajar, bekerja, menikah, kembali ke tanah. Fase hidup manusia yang berlangsung sekitar 70 tahun. Sangat singkat dibanding nenek moyang manusia, Adam yang mencapai sembilan ratus tiga puluh tahun.

Menikah, bagiku dan pasangan hanya berlaku sekali seumur hidup, hanya boleh dipisahkan oleh maut. Bukan coba-coba berhadiah atau jika tidak cocok tinggal ganti. Pernikahan, lembaga kudus yang Tuhan pakai untuk membentuk keluarga. Untuk itu tidak bisa sembarangan, apalagi dipaksakan karena 'kecelakaan'.

Sepenjuru dunia tahu, Indonesia negara kaya. Tak hanya akan Sumber Daya Alam, tapi tradisi dan budaya, salah satunya pernikahan. Izinkan aku membagikan pengalaman tentang pernikahan Adat Batak. "Ayo manortor", aku menyebut. Soalnya dalam pesta pernikahan Orang Batak wajib hukumnya manortor (menari).

***

Jarum pendek menyasar angka tujuh, tapi rumah sudah padat lalu-lalang manusia. Keluarga besar yang akan ikut pemberkatan di gereja. Juga penguasa dapur, timses di balik layar. Bapak angkatku tiba. Dengan setelan jas lengkap, beliau berbincang sambil menghisap keretek. Mempelai perempuan sudah antre dirias sejak pukul 04.00. Aku? Baru selesai mandi.

Begitu siap mempelai dan keluarga berkumpul di ruang tamu. Kameramen merangkap MC mengarahkan aku dan calon sungkem, minta restu pada orang tua serta kakak-adik. (Macam tahu bulat, tulang---atrinya paman---kameramen itu spontan mengarahkan disebabkan tinggi jam terbangnya)

Angka 09.00 telah lewat. Kami bergegas ke gereja jalan kaki sejauh 800 m diiringi trompet (atas permintaan mertua). Tanpa bunyi corong pun orang sekampung tahu hari ini (18 Desember 2020) ada pesta. Jadinya kian meriah. Mantab!

Gedung gereja dipenuhi jemaat dan keluarga, sampai meluap ke halaman. (Kami meminta diterapkan protokol kesehatan, dan puji Tuhan tidak terjadi hal tak diinginkan) Pendeta memimpin brifing di ruang majelis. 'Gladi bersih' gereja kampung ala Medan.

Liturgi ibadah berlangsung kurang lebih 40 menit. Lagu-lagu disiapkan dalam Bahasa Indonesia, untuk menghormati keluarga dari Jawa. Firman Tuhan 30 menit, berisi bekal dan nasihat tentang hidup berumah tangga.

Yang dinanti-nanti tiba. Apakah aku deg-deg-an? Tidak. Aku siap menyambut hari ini. Grogi, sedikit. Ada damai memenuhi rongga dada. Dengan yakin, tanpa air mata, tanpa terbata-bata, dan tanpa salah aku mantab mengucap janji. "Saya mengaku dengan segenap hati. Saya berjanji mengasihi dia dan tidak akan menceraikannya sampai maut memisahkan kami berdua." Bisa jadi yang di bangku jemaat yang dag-dig-dug.

Janji yang sama dituturkan kekasihku, sama mantabnya. Puji Tuhan! Sebagai simbol janji pernikahan, kami saling memasangkan cincin ke jari manis. Sah! Aku menjadi suami dari seorang istri. Setelah doa berkat dari pendeta mempelai dan keluarga memberi persembahan. Lalu karena ditawari kami menyanyikan sebuah lagu. Dadakan. Aku sadar suaranya fales, tapi kapan lagi ya kan?

Setelah doa penutup pesan dan nasihat singkat diberikan dari keluarga. Dan yang tak boleh ketinggalan, foto bersama!

Selesai pemberkatan di gereja. Ki-ka: bapak mertua, bapak dari Sumatra, bapak dari Jawa, mempelai. | Dokpri
Selesai pemberkatan di gereja. Ki-ka: bapak mertua, bapak dari Sumatra, bapak dari Jawa, mempelai. | Dokpri

Persiapan acara adat. Ki-ka: perwakilan abang Sumbayak, bapak dari Jawa, bapak dari Sumatra, mempelai | dokpri
Persiapan acara adat. Ki-ka: perwakilan abang Sumbayak, bapak dari Jawa, bapak dari Sumatra, mempelai | dokpri

Kami kembali ke rumah, masih dengan iringan trompet yang membahana. Jeda sekitar 10 menit untuk 'mengambil nafas'. Kami duduk di ruang tamu. Seperti ritual di Dolok Saribu (rumah bapak angkat), bapak-mama mertua menyerahkan olahan daging, nasi, air mineral dan siang-siang. Tiap makanan mengandung makna. Olahan daging yang diatur, agar rumah tangga kami juga teratur. Nasi, agar kami diberi rezeki dan kecukupan. Air mineral dalam gelas, supaya hidup kami jernih. Siang-siang (beras digiling, dibumbui lalu dikepal-kepal---dibuat hanya kalau ada pesta), agar hidup kami terang.

Baca juga: "Namaku Sumbayak", Prosesi Pemberian Marga dalam Adat Batak

Dari setiap hidangan kami diminta mengambil sedikit, lalu disuapkan kepada pasangan. Suapan kedua, kami menyuapi bersamaan. Inilah bentuk melayani dalam keluarga. Dalam tempo sesingkat-singkatnya kami melahap yang mampu masuk mulut, karena setelahnya akan manortor.

Saling menyuapi, simbol saling melayani sebagai suami-istri | Dokpri
Saling menyuapi, simbol saling melayani sebagai suami-istri | Dokpri

Sebelum masuk ke ruang pesta (tenda) kami didandani pakaian khas adat Batak, merangkapi pakaian utama. Ciri pakaian adat Batak adalah sarung. Padaku dan istri disematkan sarung di pinggang, lalu selendang di bahu kanan. Di kepala dihiasi Gotong untuk pria, dan Bulang untuk wanita. Akhirnya aku memakai langsung satu pakaian adat yang dipelajari saat SD.

Pakaian adat pernikahan Orang Batak Simalungun | Dokumentasi pribadi
Pakaian adat pernikahan Orang Batak Simalungun | Dokumentasi pribadi

Dalam Bahasa Simalungun MC memanggil mempelai masuk barisan di bawah tenda tak kurang dari 10 x 10 m. Keyboard dan tagading (gendang Orang Batak) dialunkan, mengiringi peserta pesta. Kedua telapak tangan ditempelkan (seperti sikap berdoa) lalu digerakkan ke depan-belakang pada sendi pergelangan tangan. Ini baru pemanasan untuk manortor. Hmm... seperti apa keseruan pesta Orang Batak?

[Aku tidak mampu mengingat detil urutannya, tapi kurang lebih polanya: MC berbicara, keluarga memberi salam sambil manortor, perwakilan keluarga berbicara, manortor lagi. Lalu memberi sawer pada mempelai dan orang tua sambil manortor.]

Setelah memberi salam MC mempersilahkan tiap rombongan tulang masuk ruangan, memberi salam pada pengantin sambil manortor, memberi saweran, manortor lagi dan bernyanyi. Begitu seterusnya sampai semua tulang disambut. (Dalam adat Orang Batak, yang menjadi raja adalah tulang/paman dari mempelai wanita dan tulang ibunya)

Dalam kondisi normal, satu lagu bisa diulang-ulang agar puas manortor dan baru selesai jam 01.00 dini hari! Namun karena pandemi, cukup sekali. Itu pun selesainya jam 21.00 lebih.

Dalam pesta Orang Batak, setiap tamu memberi uang pada mempelai dan orang tua. Nominalnya berkisar Rp. 5.000 - Rp. 100.000, makin dekat kekerabatan makin besar nominal. Mana mungkin dua tangan menerima berlembar-lembar uang dari ratusan tamu? Di sinilah tas emak-emak berguna. Saudara perempuan berjaga di belakang, kalau uang dalam genggaman penuh masukkan dalam tas. Dari dalam tas itu berguna juga bagi tamu yang menukar uang lebih kecil untuk nyawer.

Setelah acara salam-salam, mempelai dipersilahkan mengambil satu genggam uang yang sudah disatukan dalam kresek hitam. Boleh sebanyak-banyaknya, tapi hanya sekali. Di sinilah iman diuji, apakah hatinya rakus atau tidak. Kalau bisa pas ngambil diremas, supaya muat banyak dalam genggaman, hehe.

Bunyi musik dan vokal biduan terus mengalun dari pengeras suara, menggetarkan jantung sampai mau rontok rasanya, serta memekakkan telinga. Bukan Orang Batak kalau tidak keras-keras.

Inilah kebahagiaan Orang Batak. Proses salam-salam terus berlanjut sampai semua keluarga mendapat giliran. Setelahnya digelar tikar besar sebagai alas, tiap tamu diberi kertas minyak. Sie konsumsi membagikan nasi dan rendang. Nasi didistribusikan dari karung beras, rendangnya dari ember 4 literan. Mantab!

Bagi pengantin sudah disiapkan bangku khusus. Dihidangkan olahan ikan mas, persembahan dari bapak-mama angkat, bapak-mama, dan para tulang (hula-hula). Selain B2 dan ayam, pesta Orang Batak khas dengan ikan mas. Olahan ikan mas ini disebut Dekke Ikan Mas (arsik ikan mas), suatu lambang penghormatan dan berkat. (travel.detik.com) Bayangkan, kami berdua disajikan empat piring olahan ikan mas plus nasi, salah satunya piring jumbo berisi tiga ekor ikan. Sanggupkah kami hajar sekaligus?

Menerima Dekke Ikan Mas | Dokpri
Menerima Dekke Ikan Mas | Dokpri

Aku diarahkan mengambil bagian terenak dari ikan untuk disuapkan pada istri. Demikian bergantian dengan istri. Lagi, bentuk saling melayani dalam berumah tangga.

Langit sore berganti petang. Terjadi percakapan orang tua yang tak kumengerti. Sembari rehat, kami berfoto dengan kostum adat Batak, supaya ada kenangannya. Tak lama, MC kembali memanggil pengantin. Disiapkan kursi untuk kami di salah satu sudut ruang pesta.

Acara selanjutnya Mangulosi. Diawali dengan Boras Tenger di atas kepala mempelai. Secara harfiah, Mangulosi memberi kehangatan sesuai tujuan awal nenek moyang Orang Batak membuat ulos, yakni untuk menghangatkan tubuh di daerah yang dingin lalu membudaya dalam keseharian termasuk pesta pernikahan.

Proses Mangulosi oleh bapak-mama mertua | Dokpri
Proses Mangulosi oleh bapak-mama mertua | Dokpri

Ulos yang pertama diberikan bapak-mama mertua. Setelah dinaungkan di pundak kami, ujung ulos diikat oleh bapak. Kami telah diikat, dipersatukan sebagai suami-istri. Kain ulos ini betulan memberi kehangatan---bukan gerah---pada kami, meskipun mengenakan pakaian berlapis (kemeja, jas, ditambah sarung). Ulos berikutnya diberikan oleh bapak-mama angkat, lalu hula-hula sampai kerabat dekat dan pemuda gereja. Ikatan yang sangat kuat dalam masyarakat Adat Batak.

Sejak tadi siang kami tidak berkutik dalam 'jerat' baju adat, soalnya acara lanjut terus hampir tanpa putus. Bersyukur istriku sempat kabur untuk pipis. Gotong dan Bulang tidak boleh dilepas sampai acara selesai.

Mangulosi berlangsung hingga malam, sampai semua kerabat memberi ulos. Ini bentuk restu dan penghargaan pada pengantin baru. Saking banyaknya ulos (ini pun hanya kerabat dekat), mirip saat salam-salam, bersedia kakak perempuan di belakang. Begitu ulos menumpuk di pundak, mereka mengambil dan melipatnya. Hanya pemberian orang tua perempuan yang tetap melekat.

Yang kami sangat syukuri, sepanjang acara dari pagi sampai malam cuaca mendukung. Mendung pun tidak. Padahal hingga H-2 hujan deras mengguyur Gunung Purba. Kami juga diberi daya tahan tubuh yang baik untuk manortor dan tetap bugar. (Didukung sepatu yang nyaman) Yang tak kalah penting, hidangan untuk tamu sangat enak dan cukup. (Dalam beberepa pesta, dagingnya kurang. Ini tentu memalukan) Puji Tuhan!

Pesta selesai sekitar 21.15 dan kami segera berkemas. Aku akan memboyong istri ke Dolok Saribu, kampungku di Sumatra. Inilah syarat untuk menuntaskan tradisi pernikahan Orang Batak. Tiga mobil sudah bersiap untuk mengantar keluarga.

Tiba di rumah bapak, kaki pertama yang harus melewati pintu adalah sebelah kanan. Mungkin simbol kebaikan. Lagi, kami diberi Boras Tenger oleh bapak-mama angkat sebelum boleh melepas semua atribut pesta, lalu makan malam.

Selesai? Sabar... Istriku diminta sungkem padaku, pada bapak-mama, bapak-ibu, para kakak, dan keluarga yang lain sambil menyerahkan sirih---simbol lain dalam masyarakat Batak. Istriku juga memberikan sarung, khusus untukku. Sarung ini yang wajib dipakai dalam pertemuan Adat Batak. Barulah kami bisa beristirahat. Akhirnya...

Gunung Purba, 28 Desember 2020

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun