Mohon tunggu...
Kraiswan
Kraiswan Mohon Tunggu... Guru - Pengamat dan komentator pendidikan, tertarik pada sosbud dan humaniora

dewantoro8id.wordpress.com • Fall seven times, raise up thousand times.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

"Ayo Manortor", Tradisi Pernikahan Adat Batak

24 Januari 2021   19:03 Diperbarui: 24 Januari 2021   19:38 3011
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Selesai pemberkatan di gereja. Ki-ka: bapak mertua, bapak dari Sumatra, bapak dari Jawa, mempelai. | Dokpri

Yang dinanti-nanti tiba. Apakah aku deg-deg-an? Tidak. Aku siap menyambut hari ini. Grogi, sedikit. Ada damai memenuhi rongga dada. Dengan yakin, tanpa air mata, tanpa terbata-bata, dan tanpa salah aku mantab mengucap janji. "Saya mengaku dengan segenap hati. Saya berjanji mengasihi dia dan tidak akan menceraikannya sampai maut memisahkan kami berdua." Bisa jadi yang di bangku jemaat yang dag-dig-dug.

Janji yang sama dituturkan kekasihku, sama mantabnya. Puji Tuhan! Sebagai simbol janji pernikahan, kami saling memasangkan cincin ke jari manis. Sah! Aku menjadi suami dari seorang istri. Setelah doa berkat dari pendeta mempelai dan keluarga memberi persembahan. Lalu karena ditawari kami menyanyikan sebuah lagu. Dadakan. Aku sadar suaranya fales, tapi kapan lagi ya kan?

Setelah doa penutup pesan dan nasihat singkat diberikan dari keluarga. Dan yang tak boleh ketinggalan, foto bersama!

Selesai pemberkatan di gereja. Ki-ka: bapak mertua, bapak dari Sumatra, bapak dari Jawa, mempelai. | Dokpri
Selesai pemberkatan di gereja. Ki-ka: bapak mertua, bapak dari Sumatra, bapak dari Jawa, mempelai. | Dokpri

Persiapan acara adat. Ki-ka: perwakilan abang Sumbayak, bapak dari Jawa, bapak dari Sumatra, mempelai | dokpri
Persiapan acara adat. Ki-ka: perwakilan abang Sumbayak, bapak dari Jawa, bapak dari Sumatra, mempelai | dokpri

Kami kembali ke rumah, masih dengan iringan trompet yang membahana. Jeda sekitar 10 menit untuk 'mengambil nafas'. Kami duduk di ruang tamu. Seperti ritual di Dolok Saribu (rumah bapak angkat), bapak-mama mertua menyerahkan olahan daging, nasi, air mineral dan siang-siang. Tiap makanan mengandung makna. Olahan daging yang diatur, agar rumah tangga kami juga teratur. Nasi, agar kami diberi rezeki dan kecukupan. Air mineral dalam gelas, supaya hidup kami jernih. Siang-siang (beras digiling, dibumbui lalu dikepal-kepal---dibuat hanya kalau ada pesta), agar hidup kami terang.

Baca juga: "Namaku Sumbayak", Prosesi Pemberian Marga dalam Adat Batak

Dari setiap hidangan kami diminta mengambil sedikit, lalu disuapkan kepada pasangan. Suapan kedua, kami menyuapi bersamaan. Inilah bentuk melayani dalam keluarga. Dalam tempo sesingkat-singkatnya kami melahap yang mampu masuk mulut, karena setelahnya akan manortor.

Saling menyuapi, simbol saling melayani sebagai suami-istri | Dokpri
Saling menyuapi, simbol saling melayani sebagai suami-istri | Dokpri

Sebelum masuk ke ruang pesta (tenda) kami didandani pakaian khas adat Batak, merangkapi pakaian utama. Ciri pakaian adat Batak adalah sarung. Padaku dan istri disematkan sarung di pinggang, lalu selendang di bahu kanan. Di kepala dihiasi Gotong untuk pria, dan Bulang untuk wanita. Akhirnya aku memakai langsung satu pakaian adat yang dipelajari saat SD.

Pakaian adat pernikahan Orang Batak Simalungun | Dokumentasi pribadi
Pakaian adat pernikahan Orang Batak Simalungun | Dokumentasi pribadi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun