Plastik hijau membentang di balik rambut, masker sensi di balik mulut, masih ditambah lapisan perisai wajah. Sarung tangan karet putih perlu ditambah lapis kedua berwarna biru. Perkara sampahnya akan diapakan, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut.
Diberkatilah pahlawan kita!
Biar virus Corona masih merajalela, walau pandemi terus bersemi, tak jadi alasan tak imunisasi. Ingat, musuhnya tak hanya Corona. Jauh sebelum "Pak Corona" sudah eksis musuh serupa difteri, pertusis dan tetanus. Kebetulan saja si Corona ramah menyapa siapa saja. Jangan sampai lengah!
Kembali ke anak-anak. Hampir delapan bulan di rumah saja, banyak mengubah sebagian diri mereka. Mereka sampai lupa "nyelekit"-nya jarum suntik. Gigitan benda tajam itu tiada apa-apa dibanding merananya jiwa disebabkan kungkungan dalam tempurung, terpisah dari teman-temannya.
Meskipun, ada saja anak yang konsisten. Meronta sejadinya karena tak bisa lupa nikmatnya jarum suntik. Tak mengapa, sepadan dengan kesenangan datang ke sekolah.
"Bagaimana rasanya, sakit tidak?", tanyaku pada murid kelas 5. Gelengan kepala menjadi balasan.
Salah satu murid kelas 2 reaktif, "Huwaaa....!" Di sinilah ibu guru melakukan perannya. Meyakinkan, semuanya baik-baik saja. Singkat saja "sorak kemenangan" itu. Tak sampai selesai satu kedipan mata.
Beginilah perjuangan kita. Pandemi Corona barangkali menghambat hidup dan perjalanan kita, termasuk para murid. Tapi bukan pembenaran bahwa kita berhenti berkarya apalagi meratapi diri. Yang penting, "Aku senang bisa ketemu teman-teman!! Besok mau ke sekolah lagi!"
Selamat hari pahlawan, buat kalian pahlawan di tiap kesempatan!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H