Mohon tunggu...
Kris Wantoro Sumbayak
Kris Wantoro Sumbayak Mohon Tunggu... Guru - Pengamat dan komentator pendidikan, tertarik pada sosbud dan humaniora

dewantoro8id.wordpress.com • Fall seven times, raise up thousand times.

Selanjutnya

Tutup

Gadget Pilihan

Memetik Manfaat di Balik "Maksiat" Penggunaan Media Sosial

20 Oktober 2020   23:13 Diperbarui: 20 Oktober 2020   23:19 164
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: designrfix.com

"Di media sosial, saya menyatakan perang," ujar Denny Siregar dalam salah satu "orasi"-nya.

Ngeri. Media sosial bisa jadi alat perang, lho...

Dulu semasih mahasiswa, 2010-an, saya aktif sebagai pegiat Facebook (FB). Sedang makan di mana, buat story. Pusing praktikum dan banyakan tugas, bikin story. Lagi menggebet adik angkatan, dapat ayat dari khotbah pendeta, sedang jengkel dengan seseorang... tersimpan di story. Anda pernah?

Namanya juga manusia, butuh ruang aktualisasi diri. Apalagi masih labil. Facebook jadi pelampiasan yang efektif.

Dalam tiga tahun terakhir saya jarang main FB (artikel ditulis Oktober 2020). Selain sibuk di dunia nyata, hiruk-pikuk beranda dan tombol notifikasi tidak mampu saya ladeni. Apalagi ada teman yang memakai FB sebagai "alat perang". Perampas damai sejahtera. Barangkali oleh alasan ini seorang teman menghapus akunnya.

Hari-hari ini FB kalah populer dibanding Twitter, Instagram, WA, Youtube dan Tik-Tok. Tapi tetap laku karena beralih fungsi jadi marketplace dan ruang beriklan. Akun saya juga masih aktif, meski tidak serajin dulu. Palingan memasarkan dagangan, hehe.

Globalisasi tanpa media sosial adalah mustahil. Sama mustahilnya niat baik perancang aplikasi media sosial tanpa ulah jahat oknum tertentu. Bagai sayur tanpa garam: kurang enak, kurang segar, kata Inul Daratista.

FB mengaku data penggunanya dibobol. Ada isu penggunaan aplikasi Tik-Tok mengancam keamanan suatu negara. Akibat menggunakan media sosial, kasus penculikan, penipuan dan penyebarluasan berita bohong jamak terjadi. Bagai getah di balik nikmatnya buah nangka.

Di samping gemerlap FB dan bermacam media sosial penyebab maksiat, adakah bisa dipetik manfaat?

Program Bimbingan Pranikah. Persiapan pernikahan memang ribet. Apalagi beda suku. Bisa tiap hari pening kepala. Sering makan tak hanya hati, tapi otak dan usus. Harus ekstra sabar.

Dua separuh tahun saya dan calon berpacaran, mantab lahir batin ingin menikah. Persiapan intensif sudah digalakkan setahun menjelang hari-H. Di samping kostum, administrasi dan ba-be-bu nya, yang tak kalah penting bagi kami adalah bimbingan pranikah.

Berkaca dari banyak keluarga hancur, ditambah orang tua yang tidak sempurna, kami merasa perlu membekali diri. Salah satunya melalui bimbingan pranikah.

Kami beda adat, latar belakang keluarga, dan denominasi gereja. LDR pula. Di gereja mana kami harus bimbingan? Berapa jumlah pertemuannya? Mengapa kami harus bimbingan? Siapa yang akan membimbing kami?

Suatu kali, bulan Januari 2020 saya membaca postingan teman di FB, program bimbingan pranikah. Segera saya kabari calon, dan kami sepakat akan bimbingan dengan mentor yang kami sudah kenal tapi belum akrab itu.

Singkat cerita, kami dijelaskan syarat-syarat, kurikulum dan teknis pelaksanaan bimbingan, yaitu via videocall karena kami LDR Jakarta-Salatiga, sedang kakak mentor di Purwokerto.

Melalui mentor itu kelak kami ditengahi dan dibekali. Dari Facebook saya bertemu mentor bimbingan pranikah.

Positif Corona, Sembuh. Seorang teman perempuan, dulu satu jemaat gereja, yang kini berkeluarga dan tinggal di Sumatra.

Melalui laman FB-nya dikisahkan detil kronologi dia dan suaminya terpapar virus Corona, padahal sudah ketat menjalankan protokol kesehatan. Bahkan anaknya yang masih balita ikut tertular.

Ngeri membayangkannya. Yang sudah hati-hati saja bisa kena, apa kabar kita yang menganggap sepele, yang selalu lupa pakai masker?

Setelah jatuh-bangun dan mendapat penanganan tepat teman saya, suami dan anak-anaknya dinyatakan sembuh. Wow! Itu adalah anugerah. Suatu berita baik yang layak diceritakan di media sosial. Saya turut lega mendengar perjuangan dan pertolongan Tuhan bagi keluarganya.

Lokasi Tanah Dijual. Dari bermacam profesi yang sempat saya lakoni, yang paling tidak saya harapkan---dipikirkan saja tidak--adalah makelar. (Pernah saya luapkan di sini)

Suatu bulan di tahun 2020, saya dimintai tolong mencarikan lahan tempat produksi di daerah domisili saya. Setelah mengajak bapak, bertanya pada sejumlah makelar, sesudah mengontak WA nomor di banner "DI JUAL", si bos minta dicarikan info di daerah Boyolali.

Sebabnya, lokasi di daerah saya belum memenuhi kriteria. Banyak pertimbangan, untuk jangka panjang, katanya.

Si bos yang butuh, saya yang repot. Mau mulai dari mana? Ini kan urusan beli aset tanah, bukan gorengan. Saya ada beberapa teman kuliah yang tinggal di daerah Boyolali, tapi jauh dari lokasi target. Mau datang langsung, menemui lurah, mbolang kali-kali ada plang tanah dijual...? Kesia-siaan.

Nah, daripada membodohi diri sendiri, saya iseng mengintip salah satu grup jual beli di Facebook. Satu lagi kehebatan FB, dia bisa menampung bermacam grup jual beli. Caranya gampang. Buka aplikasi FB, ketik di pencarian dengan format: JUAL BELI_[jenis barang/jasa]_[lokasi]

Pilihannya banyak. Pesertanya melimpah. Postingan berikut like, komen dan "nitip"...? Jangan ditanya.

Setelah menyisir satu dua postingan, saya mendapat dua lokasi tanah dijual, lengkap dengan luasan, kondisi geografis, harga, sertifikat dan kontak WA. Wow! Terima kasih FB, jadi saya tak harus melenggang seperti orang linglung. Setelah saya datangi, realitanya sesuai.

***

Pesan moralnya, media sosial ibarat sebuah pisau. Dibuat dengan tujuan yang baik dan memudahkan pekerjaan kita di satu sisi, tapi bisa melukai orang di sisi lain. Maka baik-tidaknya media sosial bergantung jari yang mengaksesnya.

Dengan ini, saya petik manfaat dari media sosial. --kraiswan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gadget Selengkapnya
Lihat Gadget Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun