Dengan sedikit sesak, si pemuda menghampiri tempat duduk berjarak di bawah terop. Ibunya pasti sedih, dia jadi tersangka pelanggaran lalu lintas.
Belum ada separuh jumlah bangku terisi, dia terhitung datang awal.
Setelah lima nama dipanggil dan membereskan urusannya, tak sampai 10 menit, lima orang berikutnya disebut namanya. Gilirannya pun tiba. Melihat penghuni lain, dia sedikit lega meski tak menghapus dosanya dari bank data kepolisian. Ada tokoh intelektual yang kena tilang, sebutlah Bambang, S.Pd. (demi privasi, dipakai nama samaran) Sarjana loh, guys.
Di belakang bapak es-pe-de itu, menghampiri pintu ke luar seorang bapak berkostum batik, di dada sebelah kiri disemat pin korpri warna emas. PNS. Pejabat kan juga manusia, kena pasal apa ya kira-kira? Kemungkinan besar tunggangannya mobil, dong.
Tak lebih dari dua puluh menit, si pemuda siap menghirup udara bebas. Bebas dari rasa bersalah karena melanggar aturan berlalu-lintas.
Pelajaran moral hari ini. Mau mahasiswa, anak sekolahan, PNS atau apa pun kedudukannya tak kebal dari pelanggaran. Kuncinya, waspada dan patuh TITIK. Dalam kasus pemuda itu, mending muter dikit, daripada kena tilang, malah jadi pailit.
Kedua, kalau surat anda komplit, perlengkapan berkendaraan sudah lolos standar SNI, manusia berrompi hijau memakai topi loreng putih dan boot hitam bukan sosok yang pantas ditakuti. Putar balik, ndak ada kamusnya.
Tapi bagaimana kalau ada syarat yang tidak dipenuhi, tenang. Anda tetap bisa bebas dari tilang. Caranya? Jangan lewat di jalan yang ada polisinya. Sesimpel itu.
Salam,
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H