Skak mat, Pak Menkes!
Kasihan Pak Terawan. Tapi sedikit untung, rasa malunya terlindungi masker. Sebentar, lho kok Pak Terawan pakai masker? Raibnya sang Menkes selama krisis juga menyisakan tanya abadi. Ke mana Menteri Terawan?
Ini justru jadi ajang menelanjangi diri, selama ini pemerintah belum serius mendukung penanganan virus Corona. Pembayaran tunjangan dokter, dokter spesialis, tenaga medis, pengadaan peralatan kesehatan; harus segera dikeluarkan.
"Saya harus ngomong apa adanya. Nggak ada progres, yang signifikan nggak ada... Meski sudah lumayan, tapi baru lumayan. Ini extraordinary, harusnya 100%." "Lumayan", bukanlah standar Jokowi.
Beralih ke menteri ekonomi. "Duit serupiah pun belum masuk ke stimulus ekonomi kita." What...? Pak presiden tidak salah data, kan? Jangan-jangan datanya dari periode lalu? Dinas sosial apa kabar?
Kesungguhan Jokowi jelas dari hal-hal berikut. Kalau diperlukan Perpu, Perpres dia akan keluarkan. Para menteri, yang punya peraturan menteri juga boleh mengeluarkan.
Bisa saja Jokowi membubarkan lembaga, bisa saja reshuffle, entah membuat Perpu yang lebih penting lagi. "Suasana krisis ini, harus ada (diresapi, red). Kalau suasana ini bapak ibu tidak merasakan itu, sudah... (mengangkat kedua tangan). Tindakan-tindakan extraordinary keras akan saya lakukan." Harus satu rasa, satu saja beda, ambyar!
Jokowi tidak ragu mengeluarkan kalimat yang bisa membahayakan diri, "Asal untuk rakyat, asal untuk negara, saya pertaruhkan reputasi politik saya." Hal ini justru membuktikan Jokowi sudah selesai dengan dirinya, tidak punya hutang dengan siapa pun.
Kalau kinerja pemerintah lambat, bagaimana rakyat bisa selamat? Menutup pengarahannya, Jokowi berpesan agar menterinya kerja keras, kerja cepat dan bertindak di luar standar sangat diperlukan dalam manajemen krisis seperti saat ini.
Yang terhormat bapak/ibu menteri, kami rakyat masih menanti. Sebelum "gigitan" Jokowi terjadi, bersikaplah ksatria. Kerja secara extraordinary atau balik kanan dengan hormat diri.