Saya setuju dengan logika Ade Armando. Dari beberapa ulasannya di Youtube, logikanya bernas untuk dicerna. Dari rangkaian panjang kepemimpinan Jokowi di periode kedua, banyak oknum berusaha menggulingkannya. Sebutlah tuntutan lockdown, narasi pemakzulan melalui webinar, tuntutan permintaan maaf atas pemutusan jaringan internet di Papua pada 2019, dan narasi bengkok lain yang digarap oleh dalang yang sama.
Jokowi tak luput disalahkan atas putusan jaksa terkait kasus Novel Baswedan, meski pihak istana tidak bisa mengintervensi jalannya sidang. Jadi presiden memang tak mudah, bro. Mengkritik adalah sah, tapi yang elit dong. Dengan pengalaman saya di Lombok itu, masuk akal jika dalam banyak hal Jokowi disalah-salahkan. Kapolri, mana suaranya?
Meminjam istilah Prof. Wiku Adisasmito, "Kenali musuhmu, kenali dirimu, dan menangkan pertempuran". Menganggapi kasus Pak Novel, kehidupan di tengah pandemi, dan adaptasi di masa transisi kewajaran baru, marilah kita berkolaborasi dan berpikir sehat. Lebih-lebih berani menyuarakan kebenaran.
Meski penglihatan bahkan nyawa menjadi taruhan, akankah kebenaran bungkam?
Jawabannya dikembalikan pada pembaca sekalian. Menengok penuturan Tan Malaka di atas, dari balik kubur pekik kebenaran justru lebih lantang! Kecuali kita memilih diam.
Salam,
@kraiswan
Referensi:
www.boombastis.com
www.kompas.com
www.suara.com