Persahabatan sejati disajikan oleh Ikal---pemuda keriting yang ditakdirkan jadi sprinter SMA; Arai---si Simpai Keramat, sebutan orang Melayu untuk orang terakhir suatu klan, penuh kejutan dan suka menantang nasib; dan Jimbron---si gempal yang latah dan ngefans setengah hidup pada kuda. Sebagai anak pulau mereka punya tenaga tak terbatas untuk mengarungi hidup. Tenaga itu disebut mimpi.
Tiga sekawan itu tak rela menyerah pada nasib sial terkaman Pak Mustar. Siapa yang terima jika salah seorang perintis SMA negeri di Magai, Belitong, ditirukan gaya berpidato saat apel Senin, dengan tingkah seperti monyet. "Kabur" adalah jurus andalan para berandal. Bersembunyi di gudang penyimpanan ikan, mengubur diri bersama ikan-ikan bau busuk menjadi satu keseruan dari petualangan panjang mereka.
Bangun tiap jam dua subuh untuk ngambat---kuli pikul ikan di dermaga. Meski hidup susah, ambisi mereka bak tiga kunang-kunang di malam tanpa rembulan. Memercik asa di tengah kelamnya hidup. Selama ada guru yang mengajar, buku untuk dibaca, tambahkan sedikit tekad baja; mereka songsong hari depan.
"Jelajahi kemegahan Eropa sampai ke Afrika. Temukan berliannya budaya sampai ke Prancis... Ikuti jejak-jejak Sartre, Louise Pasteur, Montesquieu, Voltaire. Di sanalah orang belajar sciences, sastra, dan seni hingga mengubah peradaban!" begitu guru sastra Drs. Julian Ichsan Balia menyambuk semangat mereka. Sejak saat itu mereka berikrar: harus sekolah ke Prancis!
Ayah Ikal adalah sosok terhebat. Hari pembagian rapor baginya bagai peringatan Maulud Nabi. Diambil cuti dua hari dari tempat pencucian timah. Dikeluarkannya sepatu kulit buaya merk Angkasa dan ikat pinggang plastik bermotif ular belang. Keduanya dipoles lembut dengan kombinasi minyak rem dan arang tumbuk. Tak ketinggalan kaos kaki sepak bola tebal hijau tua.
Dikeluarkan juga sepeda Rally Robinson made in England yang dibeli kakeknya pada 1920, dipakai tak lebih hitungan jari tangan kaki. Terakhir, hanya untuk acara yang sangat penting, ayahnya mengeluarkan busana terbaiknya: baju safari empat saku. "Acara pelantikan bupati pun tak dipakainya, ...yang terbaik selalu hanya untukmu, Ikal", tegas Pak Mustar.
"...Pahamkah engkau, berhenti bercita-cita adalah tragedi terbesar dalam hidup manusia!"
Setiap acara pengambilan rapor, Pak Mustar menata sepuluh kursi di barisan paling depan. Inilah kursi para avant garde, garda depan, tempat Ikal dan Arai tercatat di urutan ketiga dan kelima. Meski bandel, mereka berusaha menjadi pahlawan bagi ayahnya.
Godaan bioskop dewasa di depan kamar kontrakan mereka, membuat dua jagoan ini terdepak dari garda depan, mempermalukan ayahnya saat namanya disebut. Namun, mereka bertobat. Dengan menambah ritme kerja keras dan belajar, Ikal berhasil mengembalikan ayahnya di bangku garda depan.
Seperti pemuda kebanyakan, mereka tak luput dari jerat asmara. Jimbron pada Laksmi yang senyumnya dirindukan semua orang semenjak kematian keluarganya. Arai pada Nuraini yang menolaknya mentah-mentah meski lagu When I Fall in Love dialunkan cempreng dengan gitar Bang Zaitun. Ikal sendiri pada A Ling, anak pemilik toko tempatnya membeli kapur tulis (kisahnya di Novel Laskar Pelangi).
Seorang sahabat menaruh kasih setiap saat. Ikal mempertemukan Arai dengan mentor asmara, Bang Zaitun, usaha meluluhkan hati Nurmala. Arai menyiksa tubuhnya hingga kering kerempeng, tiba di kamar kos langsung rebah, tak peduli orang lain. Ternyata semua deritanya demi membawa Pangeran Raja Brana, kuda Australia milik capo (ketua preman pasar ikan) untuk dinaiki Jimbron. Jimbron sendiri membeli dua celengan kuda hitam dan putih, diisinya sampai penuh, kelak diserahkan pada Ikal dan Arai. "Jika kalian sampai ke Prancis, ... itu artinya aku juga pergi bersama kalian. Aku di Migai saja, mengurus kuda capo."
Baca juga: Si Genius Matematika, Guru Aini
Anak tangga mimpi menyeret Ikal dan Arai merantau ke Jakarta. Diantar  ayah, ibu, Jimbron, Pak Balia, Bu Muslimah, Pak Mustar dan segenap warga Belitong, mereka menumpang kapal barang dan hewan. Tanpa seorang pun kenalan, mereka tersesat di Bogor, harus melakoni bermacam profesi untuk menyambung hidup. Dari pegawai berdasi menjajakan panci dan perkakas dapur, di pabrik tali, kios fotokopi, dan puncaknya sebagai pegawai pos. Namun Arai gagal di tes kesehatan dan kembali ke tempat fotokopi.
Dua bersaudara ini harus berpisah saat Ikal mengikuti sebulan pelatihan kerja. Â Sehelai surat tanda pamitan ditinggalkan Arai. Ia merantau ke Kalimantan.
Sambil bekerja Ikal diterima kuliah di Universita Indonesia. Saat itulah dia sering merindukan Arai, kawan seperjuangan menggapai mimpi. Hari-hari menuju kampus dinimkati Ikal dengan kebaikan kondektur yang mengizinkan makhluk susah sepertinya naik kereta, gratis. Ikal menyelesaikan kuliah tanpa sehari pun membolos.
Suatu hari ada pengumuman beasiswa Uni Eropa. Ikal mendaftar dan mengikuti tahap demi tahap seleksi. Di tahap akhir adalah wawancara. Dia tak yakin lolos karena kurang percaya diri, penampilannya kurang meyakinkan. Setelah meninggalkan ruangan wawancara, dari ruangan lain didengarnya suara familiar. Ternyata itulah Simpai Keramat, dia juga telah lulus kuliah di Kalimantan dan mendaftar program beasiswa yang sama.
Berbulan-bulan menunggu hasil pengumuman, kabar itu pun tiba. Ikal dan Arai diterima. Yang lebih mengerjutkan, takdir merengkuh mereka pada universitas yang sama. Akhirnya para pungguk buta bisa meraih rembulan. Sekolah ke Prancis!
Berapa pun lama waktu yang diperlukan, betapa panjang jalannya; mari bermimpi!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H