Mari wisata sejenak. Buka buku paket IPS halaman 95, baca dalam hati semua paragraf! Pada masa pendudukan Belanda, rakyat harus menggarap tanahnya sendiri, menyerahkan hasilnya kepada penjajah. Yang punya tanah siapa, yang banting hidup siapa, yang meraup untung siapa. Bukankah penjajahan mental masih eksis saat ini?
Berat 'kan guys. Ini kali ya sebabnya anak muda sekarang, apalagi milenial ogah jadi petani
Meski begitu, Tuhan menganugerahkan para petani jiwa yang tulus. Pernah aku dan pacar travelling ke Jogja via Kopeng. Pas ada petani sayur yang sedang panen. Mumpung lewat, beli sayur dong langsung dari petani. Bisa untuk oleh-oleh dan dimasak di rumah. Aku nempil (membeli barang dengan seadanya uang) Rp.5.000. Cukuplah seikat kecil, pikirku. Tapi yang terjadi malah kami diberi seplastik besar macam mau kulakan (profesi tengkulak). Wadaw. "Ndak papa, kami kan tidak berdagang mas", jelas seorang bapak. Iya sih, tapi... Akhirnya kukode pacarku agar menambahkan jumlah uangnya tanpa mereka tahu.
Satu hal, meski hidup berat jadi petani tak menghalangi untuk memberi lebih.
Salam,
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H