Mohon tunggu...
Kris Wantoro Sumbayak
Kris Wantoro Sumbayak Mohon Tunggu... Guru - Pengamat dan komentator pendidikan, tertarik pada sosbud dan humaniora

dewantoro8id.wordpress.com • Fall seven times, raise up thousand times.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Physical Distancing ala Pasar Salatiga, Mau Mengikuti?

4 Mei 2020   19:06 Diperbarui: 4 Mei 2020   19:05 131
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Penataan pasar pagi Salatiga, foto: Facebook/KataKita

Salatiga selalu punya cerita. Kapan lalu saya mengulas secuil wajah Salatiga tentang kuliner di sini. Masih di kota ini, saya ingin kembali mengulas keunikannya.

Saya penduduk daerah kabupaten yang tinggal dekat perbatasan, dan mobilitasnya lebih sering ke wilayah kota. Dalam hari efektif saya rutin mengantar ibu saya pergi bekerja, searah dengan kantor saya. Biasanya mampir di pasar pagi untuk belanja. Tak hanya kebutuhan harian, ibu aji mumpung dengan kulakan jajan pasar untuk dijual kembali pada teman-temannya. Sekedar menambah isi celengan barang sekeping rupiah, katanya.

Pasar, bagaimana pun, menyediakan ruang untuk mendulang rezeki. Entah untung kecil atau besar, di sinilah berlaku ada gula ada semut. Maka berjubel manusia dari segala penjuru tanpa perlu tahu apa agamanya, kapan lahirnya, di mana rumahnya, berapa anaknya, bahkan tak penting apa warna iris matanya. Hukumnya lu jual, gue beli. Dari sinilah ratusan bahkan ribuan kepala menggantungkan hidup setiap hari.

Terciptalah interaksi antarpedagang, pedagang dengan pembeli, atau penyedia jasa; yang kalau diringkas: uyel-uyelan, penuh sesak. Kondisi ini yang memperbesar peluang penyebaran virus jika tidak segera ditangani.

Saya tak bisa membayangkan, apa jadinya kalau pasar tradisional dihentikan gegara Corona? Apalagi ini menjelang lebaran.

Tak hanya pedagang dari berbagai kelas dan pembeli yang bakal kelimpungan. Mereka yang menadah rezeki dari menjual kembali barang dagangan (reseller), jasa parut kelapa, parkir kendaraan, penarik becak, penjaja sabun cuci piring, sampai buruh angkut takkan lolos dari derita. Bukan lagi virus yang mengancam kehidupan, tapi ketidakmampuan membeli bahan pangan.

Semenjak dinas kesehatan kota Salatiga mendata PDP (Pasien Dalam Pengawasan) hingga yang dinyatakan positif, maka dilakukan beberapa langkah konkret di banyak sektor. Kegiatan sekolah diliburkan, diganti belajar dari rumah. Aktivitas di taman kota atau tempat bermain tidak diperkenankan. Jumlah hari kerja di sektor industri atau toko dikurangi. Tapi kesibukan di pasar mustahil dihentikan.

Pemerintah Kota Salatiga tidak menerapkan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar), meskipun banyak isu berseliweran. Sesuai arahan presiden agar menjaga jarak sosial, dan rajin cuci tangan pemerintah berinisiatif memerangi penyebaran COVID-19 dimulai dari pasar pagi---jantung Kota Salatiga. Penataan pasar pagi diberlakukan dengan rekayasa Jalan Jenderal Sudirman yang ditutup untuk pengendara ke arah Solo (dialihkan ke Jalan Buksuling), berlaku dari pukul 01.00-06.30 WIB sejak Senin 27 April 2020. (www.salatiga.go.id)

Baca juga: Piket, Suatu Taktik melawan Corona

Penutupan Jalan Jenderal Sudirman dimulai dari Bundaran (Tugu Jam) sampai Pertigaan Sukowati (Reksa). Di tengah jalan aspal yang biasanya masih dipakai melintas atau parkir kendaraan, kini digambarlah kotak-kotak putih untuk para pedagang.

Rekayasa ini menurut saya sangat bermanfaat. Pertama, kondisi pasar lebih tertata. Sebelumnya bukannya tidak tertata, namun kelonggaran yang diberikan membuat penghuni pasar asal melapak. Kini, antarpedagang satu dengan lainnya punya jarak aman yaitu 1,5 meter. Kedua, para pembeli lebih mudah menjangkau barang yang ingin dibeli, tidak harus berdesak-desakan, dan pastinya lebih nyaman untuk berjalan kaki. Ketiga, mempermudah para pedagang ini membereskan asetnya, karena jam 7.30 sudah harus bubar, mengembalikan Jalan Sudirman pada kodratnya.

Barisan pedagang di pasar menjadi lebih rapi dan berjarak aman, foto: Facebook/KataKita
Barisan pedagang di pasar menjadi lebih rapi dan berjarak aman, foto: Facebook/KataKita
Para pengunjung pasar juga wajib memakai masker dan mencuci tangan dengan air mengalir dari tandon-tandon yang disediakan di beberapa sudut pasar. Pemerintah telah berupaya, efektivitasnya kembali kepada kesadaran masyarakat. Maka dibuatlah aturan, jika warga kedapatan tidak memakai masker akan didenda. Kalau tidak punya uang? Masuk bui, gantinya. Wah, hidup ini memang kejam. Sebelum pandemi hidup sudah susah, ini bakalan tambah susah.

Tempat cuci tangan di sekitar pasar Salatiga, foto: dokpri
Tempat cuci tangan di sekitar pasar Salatiga, foto: dokpri
Mari berpikir waras. Harga masker berapa sih, tidak seberapa dibanding biaya di rumah sakit jika terinfeksi---menambah beban orang lain; atau sanksi berupa denda. Meski kapan lalu sempat langka, kini jumlah dan jenis masker amat beragam dari bahan kain yang bisa dicuci dan dipakai lagi.

 Pedagang dan pembeli wajib pakai masker, foto: Facebook/KataKita
 Pedagang dan pembeli wajib pakai masker, foto: Facebook/KataKita

 Langkah pemerintah Salatiga ini menjadi upaya terbaik yang bisa dilakukan. Hidup para pedagang dan pembeli tetap dipertahankan, ancaman virus bisa ditekan. 

Atas kreativitas ini, sang gubernur Jawa Tengah yang hobi nggowes dan eksis di media sosial ini memberikan dukungannya "...ini (pasar pagi Salatiga) mulai ditata dengan baik. Siapa mau mengikuti?", ungkapnya. Keren kan! Kota boleh mungil, tapi peran dalam pembangunan (dalam hal ini pencegahan penularan virus) juga harus nyentil.

Langkah sederhana yang diambil pemerintah Kota Salatiga ini hendaknya jadi pemantik agar daerah-daerah lain melakukan perjuangan serupa, mengikuti usaha-usaha kebaikan. Bukannya kolot dengan pengertian sendiri melakukan karantina wilayah yang justru bisa membarui masalah.

Inilah citra pasar tradisional. Memutar roda kehidupan, namun tetap waspada mencegah penularan (virus).

Kalau di kotamu bagaimana, guys?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun