Pernah dalam kegiatan renovasi rumah, saya membantu bapak mengambil batu bata, mengaduk pasir dan semen atau memegang selang air untuk mendapat permukaan yang rata. Bukannya mengajari saya teori pertukangan, bapak justru menuduh saya tidak becus saat melakukan satu-dua kesalahan kecil. Salah mengambilkan barang, misalnya. Atau tidak teliti saat memegang selang ukur.Â
Padahal dari selang ukur, seharusnya saya belajar bahwa 1) Zat cair bisa menyesuaikan bentuk wadahnya, 2) Posisi air pada dua ujung selang transparan menampilkan ketinggian yang sama. Ilmu yang saya dapat dari sekolah terpisah dari keseharian saya. Orang tua saya termasuk kelompok manusia yang percaya bahwa satu-satunya lembaga belajar bagi anak adalah sekolah. Meski begitu, saya tak ada alasan menyalahkan mereka.
Filosofi berasal dari kata Yunani philea (cinta) dan sophia (kebijaksanaan). Seperti anak kecil, para filsuf memiliki rasa takjub dan heran yang meluap-luap tentang alam semesta, manusia dan tentang apa saja di sekitarnya. Seseorang dengan semangat filosofis akan tekun merenungkan urusan-urusan mendasar dalam kehidupan. Pemikirannya mandiri. Tak perlu meraih jenjang doktoral untuk berpikir filosofis, karena anak-anak hadir di dunia sebagai filsuf. Takkan habis daftar pertanyaan mereka lontarkan secara kritis, kreatif, mendobrak batas-batas normatif orang dewasa. Itulah sebabnya mereka memerlukan pendidik yang juga filosofis.
Mengemban peran sebagai filsuf memang menantang, namun tidak sesulit kedengarannya (berdasar buku ini). Ciri seorang filsuf adalah selalu menjadi pembelajar. Jadi, dalam kesungguhan belajar menjadi orang tua---dan guru---yang lebih bijaksana kita bisa memiliki cinta yang berpikir.
Penutup dari saya. Tidak masalah apakah anak kita akan dititipkan di sekolah formal atau informal. Tidak perlu juga mendebatkan mana yang lebih baik, homeschooling atau sekolah formal. Yang paling penting adalah orang tua mengerti sepenuhnya, gaya belajar seperti apa yang dibutuhkan anaknya.
Mari mencintai dengan berpikir.
Referensi:
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H