Mohon tunggu...
Kris Wantoro Sumbayak
Kris Wantoro Sumbayak Mohon Tunggu... Guru - Pengamat dan komentator pendidikan, tertarik pada sosbud dan humaniora

dewantoro8id.wordpress.com • Fall seven times, raise up thousand times.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Pesan untuk Mas Menteri

2 November 2019   14:22 Diperbarui: 2 November 2019   14:41 168
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mas menteri pendidikan yang terhormat,

Pak menteri, maksud saya. Maaf lancang. Hanya orang nomor satu negeri ini yang boleh memanggil menterinya "mas".

Pak menteri, apakah anda percaya bahwa dalam divisi pendidikan orang bisa berkiprah meski tak linier? Saya, yes. Buktinya, anda diangkat jadi menteri.

***

Sering, saya menganggap murid saya tak mampu mengikuti pembelajaran, tidak mengerjakan tugas sesuai instruksi saya sebagai guru mereka. Jangan-jangan saya yang tak becus mengajar.

Satu murid saya jago menggambar, namun lambat dalam menulis. Hampir di setiap tes, dia akan remedi. Satu murid lainnya, membaca susah (kalau membaca dua kalimat pertama jelas, berikutnya seperti kumur-kumur lalu senyap), menulis apalagi. Tapi saat berhadapan dengan gambar, video atau hewan (baca: lingkungan), dia mendadak antusias. Satu murid lainnya selalu menulis "bosan" dalam buku refleksi pada hampir semua pelajaran, kecuali olahraga atau tematik pada sub menari.

Satu murid tulisannya tak lebih rapi dari tanda tangan, namun saat diskusi tentang hewan, nama daerah, benda-benda alam dia paling tahu dibanding teman-temannya yang nihil remedi. Satu lagi dari banyak murid yang saya temui. Dia akan aktif menunjukkan jari meski saya tidak membuka diskusi. Saat diberi kesempatan, perkataanya menyebabkan sakit perut.

Pak menteri yang terhormat, apakah mereka bodoh? Adakah ke depan mereka masuk hitungan orang sukses? Itulah pemandangan di sekolah swasta kelas kecil (12-15 orang). Saya tak tega memikirkan nasib mereka jika di sekolah negeri dengan penghuni dua kali lipat dalam satu kelas.

***

Pak menteri, jujur saya sendiri ragu bahwa capaian anda merajai ojek online manjur diterapkan pada pendidikan. Buktinya, yang expert, berpuluh tahun mengarungi pendidikan tak cukup mampu mengentaskan kapal dari badai. Kecuali, lelaki kurus berkemeja putih itu benar tentang anda.

Sebagai budak pendidikan, ada titipan benak saya untuk pak menteri.

1. Lampauilah pendahulu anda

Semua pendahulu anda berbeda karakter maupun agenda. Bahkan yang bergelar Phd, amat manis dalam teori, sayang minim tindakan. Kalau pun ada kebijakan yang diambil, mengundang gelak tawa warganet, mengakibatkan bisnis topeng monyet angkat gerobak.

Pendahulu anda punya program pak, berganti tiap periode malah. Pembaharuan kurikulum. Wah, keren. Tapi mau dinamakan apa, berapa kali revisi, isinya tetap sama pak. Output-nya generasi hafalan. Sedang anda tahu, menghafal adalah kemampuan paling rendah dalam tahap belajar. Pendahulu anda berhasil meyakinkan masyarakat, lalu mengakar dalam sistem---bahwa nilai UN, rangking adalah segalanya. Bahwa paling penting adalah kurikulumnya. Bagaimana keyakinan anda?

Semoga teori, software dan pendekatan anda bisa didaratkan pada pendidikan negeri ini, pak menteri.

2. Indonesia tidak hanya Jawa dan Jakarta

Demikian kutipan RI 1. Saya adalah satu dari makhluk yang paling benci pada produk berlabel nasional padahal hanya relevan di daratan maju seperti Jawa dan barisannya. Ujian Nasional, misalnya. Nasional dari mana jika siswa di pelosok-pelosok tidak mendapat cukup waktu tatap muka dengan satu-satunya jendela pikiran mereka. Jika guru-guru hanya dibayar dengan sertifikat berjudul "honorer", "wiyata bakti", atau "pengabdi negara-yang bukan PNS". Omong kosong.

Ngomong-ngomong, akankah anda terseret gelombang menghapus Ujian Nasional, pak menteri?

Atau, terobosan yang lebih canggih UNBK. Ujian Nasional Berbasis Komputer. Wih, canggih ya pak. Sudah nasional, basis komputer pula. Majulah negeri ini, pastinya.

Masalahnya pak, betapapun banyak pemancar jaringan ditanam di desa-desa, seberapa SDM kependidikan yang anda kepalai siap mengenakan komputer sebagai alat tempur? Orang ibu kota saja, saya perhalus: ORANG IBU KOTA, salah menginput data perlengkapan mengelem. Eh, perlengkapan belajar maksudnya. Lagipula, yang salah aplikasinya pak, bukan yang menginput.

Jika anda hendak memproduksi label nasional, pak. Parameternya adalah yang paling tertinggal. Rakyat yakin, anda bisa melihat melampaui sekat ini.

Emak-emak bisa tersedot pada jasa helm hijau anda. Mungkinkan nanti petani, tukang las, hakim, bahkan montir bisa masuk ke kelas, pak menteri?

3. Praktis tapi bernas

Anda adalah kristalisasi keyakinan para visioner bahwa muda tak mesti bau kencur. Siapa yang tidak membutuhkan transportasi cepat, mudah, murah di era sekarang ini. Dari seret jadi cepet. Bermula pingiran, berlanjut metropolitan. Cerdas. Tak mengapa jika dunia ngotot menyangkal anda.

Kiranya citra pendidikan yang alot, lambat, kuno juga bisa anda dandadi citranya. Sesuai janji anda, bahwa anda punya ide mengintegrasikan sekolah dengan dunia nyata. Maka seharusnya sekolah menjadi lebih menyenangkan, lebih dirindukan, lebih menarik daripada perangkat genggam yang tak ada artinya tanpa power bank dan akses internet.

Saya yakin, kecerdasan anda bisa meringkas banyak birokrasi.

Sebelum menasionalisasi ujian atau produk serupa, ingatkah anda bahwa di Papua tidak ada sawah, di Gili Beleq para muridnya harus berganti naik perahu pergi pulang sekolah.

Jalan anda ke depan harusnya lebih mulus, karena pimpinan anda telah membuka akses bebas hambatan. Kiranya tak ada lagi tragedi murid atau guru tenggelam karena melawan derasnya arus sungai. Semoga tak ada lagi kisah atap sekolah bocor. Berharap tak ada lagi cerita guru honorer yang puluhan tahun mengabdi tak diangkat.

Saya bukan lulusan PGSD tapi diberi porsi mengajar SD. Tak linear, mirip nasib anda, pak menteri. Tapi dukungan saya pada anda melampaui sekat itu. Saya sudah amat was-was. Jangan-jangan, nanti semua administrasi: silabus, prota-promes, lesson plan, lembar kerja, daftar nilai, bahkan ujiannya berbasis elektronik.

Berikutnya pabrik kertas, lalu produsen soal UN gulung tikar gara-gara anda. Anda juga berpotensi menciptakan musim pensiun dini bagi generasi guru-guru saya, karena semua tugas mentransfer pengetahuan telah digantikan oleh Google, Youtube dan e-journal. Apapun, itu dampak yang harus diterima demi beriringan dengan percepatan dunia. Begitu 'kan, pak menteri?

Pesan terakhir, eh, maksudnya poin terakhir saya.

Jika nanti anda bertemu mafia di jajaran pendidikan pak, semoga anda tetap menjadi diri anda yang berani, lurus, kreatif, dan terus berinovasi.

Para ojeg dan taksi konvensional wajib tahu, siapa yang harusnya diikuti dalam tuntutan zaman.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun