1/
Sejarah Harum
Malam telah memetik kuntum-kuntum bunga untuk kau curi harumnya Kesturi.
Lalu perlahan merayap subuh teduh dengan bau basahnya yang berpendar. Dan angin ringkih tipis-tipis memelukku di penghujung musim melati berbunga.
Betapa tak terlukis kata harumnya puisi. Lalu saat embun pergi. Matahari merangkak naik, semua sejarah harum telah kau tukar dengan Channel dan Diormu.
Maret, Â 2015
2/
Sejarah Nikah
Angin menuliskan nama-nama entah siapa, catatan-catatan entah apa di atas kulit daun, bukan tentang nama-nama  zat hijaunya atau fotosintesa, sejarah air yang dikirim dari tanah oleh akar sejati kepada batang tubuh, cabang keinginan lalu ranting-ranting kenang hingga ke ujung-ujung daun istirah.
Bukan juga nama-nama luka dan suka yang tercatat di buku-buku Qadha, agar panas matahari dan gerimis hujan memasaknya menjadi Qadhar yang 'kan tinggalkan jejak-jejak air mata purba dan canda tawa akhir abad untuk dibaca anak cucu waktu.
Kemudian angin kembali pulang ke rahim kata-kata, menunggu titah ibu untuk menuliskan nama-nama dan catatan-catatan lagi. Lalu ayah mengamini sejarah kalah sejarah menang seperti stempel cinta yang tertera di buku-buku nikah.