Mohon tunggu...
Wans Sabang
Wans Sabang Mohon Tunggu... Administrasi - anak hilang

Jejak Literasi: Puisi-puisinya pernah dimuat di Koran Sastra Dinamika (Lampung), Radar Bekasi (Bekasi), Buletin Jejak (Majalah Sastra, Bekasi), Buletin Kanal (Majalah Sastra, Semarang) dan Linikini (Tayangan Macro Ad di Commuterline), Koran Jawa Pos dan Koran Tempo.

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puisi | Dua Angsa dan Si Pengayuh Gondola

25 Februari 2019   11:55 Diperbarui: 25 Februari 2019   12:15 44
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

DUA ANGSA DAN SI PENGAYUH GONDOLA

: Johan Sebastian Bach (1685 -- 1750)

Dari atas gondola kulihat teka-teki puisi,

dua angsa yang saling melempar pandang,

berenang bersama dalam satu haluan.

Tersenyum, kusimpan makna yang tersembunyi hari ini.

Di sisa hujan Oktober, pelukan terakhir mengungkap takdir.

Gerak lamban nan anggun, kulhat cinta di mata kedua angsa.

Rasa sayang yang segar dan indah. Ini bukan metafora.

Kulihat juga bayang duda menerpa wajah. Dalamnya luka yang telah memaku wajah kaku sang pengayuh.

Tak ada lagi yang dia buru, katanya.

Selain kematian yang dia ingin dan tunggu.

Di atas langit burung Nasar, pemankan bangkai menyaru.

Kini baru kuyakin dan rasakan atas kuasa cinta yang besar.

Jam demi jam serupa nyala api yang cepat membakar.

Hei sang pengayuh, jika kamu mati, akankah ada dua bola mata dua angsa yang menangisi.

Nasib baik dan buruk bagai budak di tangan para kekasih.

Akhirnya, harus ada yang menghabisi. Dengan pedang sendiri aku memutus nadi.

Cara mati yang megah dalam tiap gubahan Bach.

 

(2017)

Puisi ini dimuat dalam Buku Puisi Tunggal "Blue Rhapsody"

Wans Sabang, penikmat sastra dan film asal Jakarta. Tulisannya sempat dimuat beberapa media dan sejumlah antologi puisi dan cerpen bersama. Kini tinggal di Bogor, bergiat di sastra dan penulisan naskah film.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun