Mohon tunggu...
Wans Sabang
Wans Sabang Mohon Tunggu... Administrasi - anak hilang

Jejak Literasi: Puisi-puisinya pernah dimuat di Koran Sastra Dinamika (Lampung), Radar Bekasi (Bekasi), Buletin Jejak (Majalah Sastra, Bekasi), Buletin Kanal (Majalah Sastra, Semarang) dan Linikini (Tayangan Macro Ad di Commuterline), Koran Jawa Pos dan Koran Tempo.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kesabaran Nabi Ayub

6 Desember 2012   00:30 Diperbarui: 24 Juni 2015   20:07 205
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aroma kasturi tercium dari setiap hela nafas lelaki itu kala ia tak pernah berhenti memuja-Nya.

Walau bau amis menyengat dari luka mengoreng disekujur tubuhnya.


Tuan, mintalah kepada Tuhan Mu kesembuhan!. Bukankah engkau yang terkasih, Ayub. Selalu suara-suara itu terngiang di setiap pagi dan petang.


Dalam erang dan ngilu yang membungkus tubuh ringkihnya. Ayub pun cuma bisa berkata kepada istrinya,"istriku,nikmat Tuhan yang mana lagi yang kau dustai?. Bukankah setiap sakit itu bersifat sementara?. Jika kau hitung waktu sehatku tetap saja masih lebih banyak dari waktu sakitku."


Sambil mengerutu lalu biasa nya dia pergi meninggalkan Ayub menahan perih sendiri.


Dalam setiap lenguhnya, Ayub kerap berkata kepada istrinya walau sebenarnya dia hanya berkata-kata pada dirinya sendiri.


Bagiku penyakitku ini bukanlah petaka, istriku!. Sakitku ini adalah sebuah nikmat. Nikmat yang membuatku semakin dekat dan mencintai-Nya. Seperti sang pencinta kepada Yang terkasih, siang malam selalu kusebut-sebut nama-Nya.

Cuma Dia dan hanya Dia yang mengisi bejana hatiku.

Apa arti hidupku tanpa mencinta-Nya?.


Bukankah kau seoarang nabi, Ayub!. Apapun yang kau pinta pasti Dia akan mengabulkannya!.

Ayubpun secepatnya menepis bisikan-bisikan itu.

Sudah terlalu banyak nikmat yang Dia beri tanpa ku pinta... Bukankah udara yang ku hirup ini adalah pemberian-Nya?. Bukankah air yang membasahi kerongkonganku adalah pemberian-Nya juga?.

Mata ku yang hampir rabun ini bisa memandang indah nya dunia, semata-mata karena cinta-Nya kan?.

Telinga ku masih tajam mendengar gemuruh angin kala ia marah dan juga sepoi angin bertiup mengusap lembut gurun ini, semua nikmat tak terhitung itu karena cinta-Nya juga kan?.


Apa beda petaka dan nikmat?. Seperti dua sisi mata uang.

Apapun yang mendekatkan diriku kepada-Nya adalah nikmat-Nya.

Dan apapun yang menjauhkan dan melupakan diriku kepada-Nya adalah sesungguhnya itulah petaka!.


Luka mengelupas mengeluarkan darah hitam bercampur nanah. Bau busuk beraroma anyir. Perih ngilu di sekujur tubuh tak seberapa sakitnya dibandingkan saat keluarga, sanak saudara dan handai tolan,satu persatu pergi menjauhi Ayub.


"Ma'afkan mereka Tuhan... Ma'afkan mereka!. Karena sesungguhnya mata mereka buta akan karunia-Mu... ."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun