Mohon tunggu...
Wans Sabang
Wans Sabang Mohon Tunggu... Administrasi - anak hilang

Jejak Literasi: Puisi-puisinya pernah dimuat di Koran Sastra Dinamika (Lampung), Radar Bekasi (Bekasi), Buletin Jejak (Majalah Sastra, Bekasi), Buletin Kanal (Majalah Sastra, Semarang) dan Linikini (Tayangan Macro Ad di Commuterline), Koran Jawa Pos dan Koran Tempo.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Selamat Jalan, Papa...

20 Februari 2012   11:45 Diperbarui: 25 Juni 2015   19:25 162
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Benar-benar aku tak percaya dengan apa yang dibisikkan Mas Er padaku, Ibu itu dan kedua anaknya adalah istri Papa juga!, dan kedua anak remaja itu adalah anak kandung Papa juga!. Mereka ingin sekali, berdo'a di depan pusara Papa juga.

"Hah!, apa?, Jangan ngaco ya Mas!, Papa gak punya istri selain Bunda, gak mungkin!." Sahutku ngotot pada Mas Er.

"Sabar De, sabar...begitulah maksud ibu itu, aku juga gak percaya, De!." Jelas Mas Er  membela diri. "Kalau kamu gak percaya, ya sudah kita ketempat mereka saja, kita bicarakan lagi dengan hati tenang, kamu gak usah emosi, De!." Sahut suamiku berusaha menenangkanku.

Aku dan Mas Er menghampiri mereka. Kedua remaja tersebut langsung menyodorkan tangannya memperkenalkan diri ketika aku baru tiba di depan mereka. Sementara ibu itu masih terisak-isak tangis dan sesekali me lap airmatanya dengan sapu tangan.

"Maaf  ya mba, kami bertiga mau berdo'a di depan pusara Papa kami juga!, Mami sudah gak kuat lagi, Mami mau bersimpuh di depan makam Papa!." Kata gadis remaja yang seumuran denganku.

"Apa?." Aku kaget.

"Papa Roy, adalah Papa kami juga, mba!, jadi kami sebagai anaknya berhak juga untuk mendo'akan Papa untuk yang terakhir kalinya." Sahut remaja yang laki-laki itu.

Aku tak bisa berkata apa-apa, hanya melongo memandangi mereka dengan tatapan tak percaya. Mas Er juga bingung, gak tau harus berbuat apa.

Gak mungkin!, gak mungkin Papa punya istri lagi!. Duh, bagaimana dengan Bunda?, Bunda pasti akan terpukul sekali menerima kenyataan ini.  Gak Mungkin!, pokoknya gak mungkin!.  Aku saja sulit untuk menerima berita ini.  Bagaimana dengan Bunda?, bukankah hanya akan menambah kesedihan Bunda saja jika berita ini ku sampaikan pada Bunda?.  Pikiranku berkecamuk, hanya dengan menutupi mulutku dengan sapu tangan putih saja yang masih bisa kulakukan.

"De!." Panggil Mas Er menyadarkanku. "De ... !."

Di atas pusara sana, ku lihat Bunda sesekali melihat ke arah kami.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun