Mohon tunggu...
Wawan Kuswandoro
Wawan Kuswandoro Mohon Tunggu... -

Pegiat Diskusi Publik "Wacana Kita", Peminat Politik Lokal, Rekayasa Politik & Human Factors

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Setelah Anak Perawannya Meninggal Dalam Insiden Tabrak Lari...

2 Oktober 2017   08:29 Diperbarui: 2 Oktober 2017   20:13 503
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mengenalkan dan Mengekalkan Kehilangan | dok.pribadi

Bagaimanakah kisah-kisah ekspresif-imajinatif dalam dunia Sang Puteri ini menjelma menjadi sebuah pelajaran aktual ketika penulisnya telah pulang menghadap Sang Khalik?

Ini berelasi dengan perjalanan ruhani Sang Ayah, dalam menafsir dan menerjemahkan peristiwa kehilangan ini. Bukan sesuatu yang tiba-tiba terjadi, ketika kemudian Sang Ayah ini mengumpulkan tulisan-tulisan sang buah hati tercinta, menyuntingnya dan menerbitkannya menjadi sebuah buku. Ada ruang hantaran-yang-tak-terjelaskan, manakala kepedihan jiwa mewujud dalam kehendak manifesto cinta, untuk berbagi dengan sesama.. melalui buku ini.

Sosok yang mengalami kehilangan ini, sang ayah, juga Bu'e dan mas serta adiknya, yang terwakili oleh guratan ekspresi dari seorang ayah, seorang sahabat baik saya, Wasis Sasmito, menceriterakan kepada kita tentang perjalanan spiritualnya melalui pelajaran aktual yang tidak setiap orang mendapatkannya: pelajaran kehilangan yang terkekalkan. Sepertinya sahabat saya ini telah berdamai dengan elemen dirinya-yang-paling-oposan. Layaknya oplosan emosi yang membanting jiwanya saat ia baru dikenalkan dengan pelajaran-aktual yang berupa 'kehilangan'.

Deraan emosi yang menguras hingga ke dasar jiwanya, hingga ia mencapai titik balik yakni sebuah kesadaran-kembali yang menghantarnya pada dataran baru, hingga ia mampu menuliskan kenangan yang mengekalkan kesadarannya itu. Seketika, ia bertutur, dalam buku ini:

"Ayah coba susun rangkaian prosa ini untukmu, Ntang, karena serangkaian kenangan tentang kita terus berputar-putar dalam kepala, membentur dan menekan ruang kesadaran di otak Ayah. Kadang membuat airmata Ayah turun, hingga Ayah berharap semua ini hanya mimpi, dan kamu akan ada saat ayah terbangun"(halaman 227).

Dan ia menyentakkan kekang kendali atas tindakannya bahwa kenyataan tentang ketiadaan dan kehilangan adalah sebuah keniscayaan, sebab itu adalah siklus hidup. Bahwa semua sedang menunggu antrian.

"Tak ada maksud Ayah menahanmu, sebab kamu telah sampai di kedamaian abadi yang dijanjikan-Nya. Bermain bersama burung-burung sambil menunggu Ayah dan Bu'e menyusulmu"(halaman 228).

Ruang kesadaran yang diraih oleh seorang yang telah mengalami kehilangan secara nyata, akan mampu memunculkan bentuk tindakan yang tak kan mampu dilakukan oleh mereka yang tidak mengalaminya. Walaupun untuk itu, jiwa yang babak belur dihajar emosi-diri berkepanjangan sebagai bayarannya.

Kita, untuk belajar hikmah kesadaran yang lebih tinggi untuk melepas jerat fantasi kepemilikan yang membelenggu jiwa dan membangun hijab antara ruh dan Zat Mutlak, tak perlu mengalami kehilangan seperti kisah dalam buku ini, sebab tak mungkin kuasa bahkan seorang yang mengaku telah berlepas dari kemelekatan pun! Kita, cukuplah membaca kisah ini. Kisah yang menghidupkan sosok yang dicintanya melalui kumpulan tulisan yang ditulis oleh sang anak "yang hilang", sang anak yang telah mengajari ayah bundanya tentang arti sebuah kehilangan, yang terkekalkan bersama dengan tumbuhnya kesadaran baru.

Saya mengapfesiasi sahabat saya ini yang telah menempuh jalan terjal menapak kesadarannya dengan mengumpulkan tulisan "sang buah hati yang hilang", menyuntingnya dan menerbitkannya. Rupanya, dalam deraan kesedihan dan kepedihannya, ia ingin berbagi hikmah kehilangan ini, yang tak perlu orang lain juga mengalaminya.

Mengenalkan dan Mengekalkan Kehilangan | dok.pribadi
Mengenalkan dan Mengekalkan Kehilangan | dok.pribadi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun