Mohon tunggu...
Wawan Kuswandoro
Wawan Kuswandoro Mohon Tunggu... -

Pegiat Diskusi Publik "Wacana Kita", Peminat Politik Lokal, Rekayasa Politik & Human Factors

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Setelah Anak Perawannya Meninggal Dalam Insiden Tabrak Lari...

2 Oktober 2017   08:29 Diperbarui: 2 Oktober 2017   20:13 503
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mengenalkan dan Mengekalkan Kehilangan | dok.pribadi

Pernah kehilangan anggota keluarga?Apa yang dilakukan orang untuk mengenang anggota keluarganya yang meninggal? Seorang teman ditinggal anak perempuannya yang berusia 15 tahun, untuk selamanya. Meninggal mendadak dalam sebuah insiden tabrak lari di jalan raya. Berbalut kesedihan mendalam, sang teman ini mengumpulkan tulisan-tulisan sang buah hati semasa bersekolah (SMP) untuk diterbitkan menjadi sebuah buku berjudul "Mengenalkan dan Mengekalkan Kehilangan".

Kejadian ini 2 tahun lalu dan telah saya tulis di blog saya www.wKuswandoro.com dan www.MiracleWays.com namun saya tulis lagi di sini karena mengandung beberapa pelajaran yang saya kira baik untuk kita pelajari, diantaranya, pertama, pelajaran mengelola hati dan perasaan dari orangtua yang ditinggal mati anaknya. Kedua, budaya belajar dalam keluarga, dengan membiasakan menulis yang diterapkan pada anak. Ketiga, budaya belajar dengan membuat monumen peringatan buat almarhumah dalam bentuk buku. Keempat, budaya literasi aktif dan semangat edukasi dengan menyebar luaskan buku kepada orang-orang lain. Kelima, berbagi kebaikan dalam kesedihan dengan menyebarluaskan buku yang bersumber dari karya almarhumah (semoga menjadi amal jariyah bagi almarhumah dan kebaikan bagi keluarganya). Semoga bermanfaat.

Pengalaman mengelola hati dengan mengenalkan dan mengekalkan kehilangan. Berbeda dari ajaran kepasrahan, keberserahan dan penerimaan dengan "kontra-kemelekatan" yakni melepaskan diri dari jerat fantasi kepemilikan, kisah ini mengajarkan "kontra-kemelekatan" bersumber dari PENGALAMAN KEHILANGAN yang SEBENARNYA! KEMATIAN ! Sebuah pengalaman kesadaran melalui olah spiritual yang diajarkan Tuhan secara langsung melalui cara-Nya: mencabut fantasi kepemilikan yang kebanyakan dipersepsi oleh manusia sebagai kepemilikan sesungguhnya! Namun, sedemikian sederhanakah pencapaian kesadaran di balik frasa ini? Pengalaman jiwa yang tercabik-cabik, mengantarkan subjek pada penapakan tangga kesadaran yang tak setiap orang mampu menapakinya.

Bagaimanakah manusia yang telah mengalami kehilangan ini telah memasuki ruang kesadaran baru: mengikis habis fantasinya tentang kepemilikan yang sempat dirajutnya sendiri dengan atribut yang dibangunnya sendiri sebelum ia mengalami kehilangan? Dan bagaimana pula ia menangkap sinyal kehilangan itu dari sang subjek utama yang "mengalami-keadaan-hilang" yakni sang puteri sendiri?

Sang puteri, semasa hidupnya menghiasi hasi-harinya dengan menulis kisah sehari-harinya, tentang pikirannya, refleksi kesehariannya, obsesinya, harapannya, dalam baris-baris lugas namun ekspresif, menyiratkan sosok seorang remaja putri berusia hampir 15 tahun yang periang dan lincah. Coretan-coretan yang mewakili kisah keseharian seorang anak. Imajinasi lepas yang bergerak lincah dan riang, dalam buku ini, adalah sebuah pesan yang menunjukkan tentang siapa penulisnya. Tulisan yang terangkai adalah cerminan penulisnya. Ia selincah dan seriang untaian kata dalam buku setebal 254 halaman ini.

Maka...

Kisah-hidup kita, akan dapat kita tulis dalam berapa halaman? Dan sedalam apa makna kisah kita bagi kehidupan ini? Kegalauan inilah yang sempat saya rasakan ketika membaca halaman-halaman percikan imajinasi dari seorang remaja yang baru tumbuh.

Suatu ketika Sang Puteri menuliskan kata ini...

"Aku ingin bermain di Taman Burung milik-Nya, menunggu ayah dan Bu'e".

Ungkapan ini menyiratkan pesan aktual akan hadirnya sebuah kenyataan yang bakal dialami oleh jiwa manusia, yakni "kematian", atau "kembali kepada Yang Mutlak". Terasa lebih mengena di hati ketimbang aneka dakwah berbuih-buih yang mencoba menghadirkan teks-teks panjang lebar dengan jejalan doktrinal namun senyap pada ruh yang membangun teks ajaran tersebut. Membaca buku ini serasa memaku pandangan pada batu nisan yang seketika mengingatkan kita akan kematian. Sebuah peringatan yang nyata. Juga menancapkan pengembaraan bahwa di balik batu nisan itu tersimpan jutaan memori hidup yang pernah menyertai seseorang yang telah terbaring di dalamnya. Akankah memori-hidup itu cukup bermakna dalam kehidupannya maupun dalam kehidupan orang lain yang pernah bersamanya? Itulah salah satu pelajaran yang dapat kita ambil pada fragmen kehidupan yang menyuguhkan kisah peristiwa kehilangan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun