Mohon tunggu...
Rmr Wangsa
Rmr Wangsa Mohon Tunggu... Karyawan -

Ia sekata

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Eksploitasi Perempuan di Media Sosial

13 Desember 2016   17:14 Diperbarui: 13 Desember 2016   19:51 282
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Eksploitasi Perempuan': pixabay.com

Sengaja atau tidak sengaja, sadar atau tidak sadar, masyarakat kerap kali mengeksploitasi perempuan di Media Sosial (medsos). Tidak jarang pada medsos ditemui foto-foto atau gambar-gambar yang jauh dari nilai-nilai kesopanan, budaya dan agama masyarakat Indonesia. Foto-foto atau video-video perempuan yang dapat membuat mata lelaki terpesona untuk memandang lebih lama. Lalu, apakah hal ini pantas untuk kita biarkan terus menerus?

Medsos sebagai bagian dari media massa untuk berkomunikasi serta memberikan informasi yang seharusnya memberikan wawasan, pengetahuan, pendidikan dan hiburan kepada masyarakat, akan tetapi penggunaan medsos kian hari kian melampaui batas-batas kesopanan. Penggunaan medsos yang melampaui batas-batas kesopanan dapat membentuk opini publik yang negatif terhadap perempuan-perempuan Indonesia.

Banyak pengguna medsos yang mengunggah foto-foto atau gambar-gambar syur dari dirinya atau perempuan-perempuan yang mengenakan busana ketat hingga terlihat lekuk-lekuk raganya. Gambar-gambar tersebut berupa foto-foto atau video dari perempuan-perempuan yang berpose feminim, berbusana renang atau gambar-gambar wanita yang mengenakan setengah pakaian atau hanya menggunakan pakaian dalam.

Ada juga foto-foto dari lelaki dan perempuan yang bermesraan padahal bukan merupakan pasangan yang sah menurut agama dan negara. Gambar tersebut memperlihatkan adegan-adegan yang seharusnya hanya dilakukan oleh pasangan suami istri. Adegan-adegan yang dianggap tabu pada zaman dahulu, kini dianggap hal yang lumrah dalam kehidupan masyarakat modern seperti berpelukan, gandeng tangan, ciuman bahkan ada yang lebih dari itu.

Tulisan-tulisan yang mengandung kata-kata ambigu kerap kali ditemukan pada akun-akun dari pengguna medsos. Tulisan-tulisan tersebut membentuk kalimat-kalimat yang dapat menyebabkan kesalahan dalam mendefinisikan peran-peran perempuan masyarakat Indonesia. Kalimat-kalimat dahsyat yang dapat membentuk bermacam-macam opini publik hingga dapat merendahkan kaum perempuan dihadapan para lelaki seperti “Kartini dahulu, habis gelap terbitlah terang dan Kartini sekarang, pergi gelap pulang terang”.

Semua hal di atas, dapat ditemukan pada blog-blog dari pengguna medsos. Akun-akun tersebut dapat berupa akun-akun yang tidak jelas identitas pembuatnya. Ada yang menggunakan nama-nama wanita yang belum tentu dirinya adalah perempuan. Ada juga akun-akun yang dibuat diri sendiri, tapi tanda sadar telah memperlihatkan perilaku sosial yang melampaui batas-batas kesopanan dalam mengunggah gambar-gambar atau tulisan-tulisan di medsos.

Penyelewengan norma-norma kesopanan yang terjadi dari akun-akun pengguna medsos, dapat dibuat oleh para remaja yang masih berstatus pelajar maupun orang dewasa yang telah mandiri. Akun-akun dibuat tidak mengenal batas usia. Setiap masyarakat dapat membuat akun-akun di medsos, setiap masyarakat berpotensi untuk melakukan kesalahan dalam memberikan informasi atau berkomunikasi dan setiap masyarakat berpotensi melampaui batas-batas kesopanan dalam mengunggah informasi.

Akibat dari penyelewangan norma-norma kesopanan yang ada dalam masyarakat Indonesia, dapat menciptakan paradigma publik yang negatif terhadap kaum hawa. Merendahkan kaum perempuan, menyepelekan kaum perempuan bahkan menghakimi kaum perempuan. Anggapan bahwa kaum perempuan mudah dibeli, mudah dibayar lalu mengikuti kemauan para pembeli atau mudah dibodohi serta ditipu.

Lebih mengerikan lagi ketika terjadi kekerasan atau kejatan terhadap kaum perempuan akibat definisi yang salah terhadap peran-peran perempuan. Kejahatan dapat terjadi karena ada niat dan kesempatan. Pelaku kejahatan melihat kesempatan yang ada untuk melakukan tindakan kekerasan atau kejahatan-kejahatan lain dari blog-blog pengguna medsos. Tindakan tersebut dapat menimbulkan penawaran untuk melakukan tindakan prostitusi atau perdagangan wanita baik dewasa maupun yang masih di bawah umur.

Akibat-akibat lain dari penyelewangan norma-norma tersebut yaitu pencitraan. Tidak jarang masyarakat menciptakan opini-opini yang mengkambing hitamkan pendidikan sebagai penyebab dari penyelewangan norma-norma yang ada, baik norma kesopanan, budaya dan agama. Pendidikan dianggap kurang berpotensi membangun kemajuan masyarakat. Pendidikan dianggap tidak mampu memberikan wawasan dan ilmu pengetahuan kepada masyarakat sehingga pendidikan dianggap kurang mampu mencerdaskan kehidupan bangsa.

Pendidikan tidak salah, akan tetapi masyarakat tertentu saja yang tidak ingin menerima pendidikan sehingga menghasilkan masyarakat yang tidak terdidik. Pelajar-pelajar menjadikan telat ke sekolah sebagai agenda harian yang wajib dilakukan. Saat ujian, sibuk membuat sontekan yang seharusnya belajar bukan menyontek. Busana seksi dijadikan seragam yang wajib dipakai pada perkuliahan meski dilarang. Panjat tembok dijadikan olahraga yang menyenangkan untuk bolos sekolah. Pacaran menjadi mata pelajaran penting yang wajib diikuti setiap pelajar. Ijazah dijadikan senjata untuk mencari pekerjaan, bukan pengetahuan yang dijadikan senjata.

Paradigma ini yang harus dibenahi bersama-sama. Diperlukan ketegasan yang lebih baik untuk memberikan pengarahan dan masukan kepada masyarakat mengenai pentingnya pendidikan sebagai senjata untuk merubah bangsa ke arah yang lebih baik. Pendidikan penting untuk kehidupan sebagai benteng diri dalam menghadapi persoalan-persoalan yang dialami masyarakat. Belajar dari segala hal dan belajar tidak hanya di bangku sekolah, tapi semua kehidupan adalah pembelajaran.

Secara hukum, sangat disayangkan bahwa hukum di Indonesia belum mampu untuk menegakkan penyebab dari penyelewangan terhadap batas-batas kesopanan, budaya dan agama. Hukum hanya memberikan efek jera ketika terjadi tindak kekerasan atau kejahatan, akan tetapi tidak melakukan pencegahan dari awal atau membentengi penyebab dari tindakan-tindakan tersebut. Tidak ada satu peraturan hukum di Indonesia yang melarang masyarakat untuk mengunggah foto-foto atau gambar-gambar seksi dan terbuka sebelum dikategorikan telanjang dalam undang-undang.

Dalam undang-undang pornografi, diatur beberapa ketentuan yang masuk sebagai unsur pornografi seperti gambar, foto atau tulisan yang mempertontonkan atau memperlihatkan ketelanjangan. Telanjang dalam undang-undang tersebut diartikan tanpa busana. Jika masih mengenakan pakaian seksi saja, bukan termasuk unsur pornografi. Kenyataannya berbeda, ketelanjangan di medsos dapat diawali menggunakan pakaian seksi terlebih dahulu kecuali bayi yang baru lahir tanpa pakaian ke dunia.

Undang-undang Informasi dan Teknologi Elektronik (UU ITE) serta Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) belum tegas mendefinisikan kesopanan atau kesusilaan. Bentuk-bentuk kesusilaan dalam UU ITE dan KUHP masih rancu. Tidak jelas bagaimana bentuk kesusilaan yang merupakan unsur hukum dari kedua aturan hukum tersebut. Unsur-unsur kesusilaan yang ada pada kedua aturan tersebut hanya menggambarkan tindakan yang melampaui batas-batas kesopanan, adat istiadat dan agama yang bervariasi, tergantung dari pandangan tiap-tiap masyarakat.

Konteks tabu telah hilang dalam masyarakat Indonesia. Dahulu, berpegangan tangan saja sangat memalukan, meski bukan di tempat umum. Jika menemui pujaan hati, para pasangan hanya dapat memandang keanggunan dari pasangannya masing-masing ketika belum menjadi pasangan yang sah. Memandang terlalu lama pun dianggap tabu, akan tetapi saat ini memandang, bergandengan tangan, memeluk dan mencium gadis pujaan hati merupakan hal yang lazim dilakukan pasangan muda-mudi zaman sekarang bahkan diumbar-umbar.

Akhir kata, budaya modernisasi yang membawa perubahan hidup bagi masyarakat ke arah yang tidak baik, lebih baik dikesampingkan bersama. Bentengi diri dari perubahan-perubahan yang menjerumuskan masyarakat ke dalam lumpur dosa dengan budi pekerti dan agama untuk menghadapi perubahan modernisasi. Raihlah pendidikan setinggi mungkin untuk mendapatkan manfaat yang sebesar-besarnya demi kemajuan hidup diri sendiri, hidup bermasyarakat maupun bernegara.

Lelaki butuh perempuan dan perempuan pun butuh lelaki. Tidak hanya untuk berkeluarga, akan tetapi dalam dunia pekerjaan, sosialisasi masyarakat maupun dalam bernegara. Perempuan dan lelaki hidup saling ketergantungan. Perempuan dan lelaki hidup simbiosis mutualisme, bukan simbiosis parasitisme. Jadi, apakah layak menghakimi perempuan dengan begitu dahsyat hingga merendahkan, menyepelekan dan menyakiti wanita? Sudah lupakah akan keseteraan gender? Sudah lupakah bahwa kita lahir dari rahim seorang ibu?

 

Facebook

Twitter

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun