Paradigma ini yang harus dibenahi bersama-sama. Diperlukan ketegasan yang lebih baik untuk memberikan pengarahan dan masukan kepada masyarakat mengenai pentingnya pendidikan sebagai senjata untuk merubah bangsa ke arah yang lebih baik. Pendidikan penting untuk kehidupan sebagai benteng diri dalam menghadapi persoalan-persoalan yang dialami masyarakat. Belajar dari segala hal dan belajar tidak hanya di bangku sekolah, tapi semua kehidupan adalah pembelajaran.
Secara hukum, sangat disayangkan bahwa hukum di Indonesia belum mampu untuk menegakkan penyebab dari penyelewangan terhadap batas-batas kesopanan, budaya dan agama. Hukum hanya memberikan efek jera ketika terjadi tindak kekerasan atau kejahatan, akan tetapi tidak melakukan pencegahan dari awal atau membentengi penyebab dari tindakan-tindakan tersebut. Tidak ada satu peraturan hukum di Indonesia yang melarang masyarakat untuk mengunggah foto-foto atau gambar-gambar seksi dan terbuka sebelum dikategorikan telanjang dalam undang-undang.
Dalam undang-undang pornografi, diatur beberapa ketentuan yang masuk sebagai unsur pornografi seperti gambar, foto atau tulisan yang mempertontonkan atau memperlihatkan ketelanjangan. Telanjang dalam undang-undang tersebut diartikan tanpa busana. Jika masih mengenakan pakaian seksi saja, bukan termasuk unsur pornografi. Kenyataannya berbeda, ketelanjangan di medsos dapat diawali menggunakan pakaian seksi terlebih dahulu kecuali bayi yang baru lahir tanpa pakaian ke dunia.
Undang-undang Informasi dan Teknologi Elektronik (UU ITE) serta Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) belum tegas mendefinisikan kesopanan atau kesusilaan. Bentuk-bentuk kesusilaan dalam UU ITE dan KUHP masih rancu. Tidak jelas bagaimana bentuk kesusilaan yang merupakan unsur hukum dari kedua aturan hukum tersebut. Unsur-unsur kesusilaan yang ada pada kedua aturan tersebut hanya menggambarkan tindakan yang melampaui batas-batas kesopanan, adat istiadat dan agama yang bervariasi, tergantung dari pandangan tiap-tiap masyarakat.
Konteks tabu telah hilang dalam masyarakat Indonesia. Dahulu, berpegangan tangan saja sangat memalukan, meski bukan di tempat umum. Jika menemui pujaan hati, para pasangan hanya dapat memandang keanggunan dari pasangannya masing-masing ketika belum menjadi pasangan yang sah. Memandang terlalu lama pun dianggap tabu, akan tetapi saat ini memandang, bergandengan tangan, memeluk dan mencium gadis pujaan hati merupakan hal yang lazim dilakukan pasangan muda-mudi zaman sekarang bahkan diumbar-umbar.
Akhir kata, budaya modernisasi yang membawa perubahan hidup bagi masyarakat ke arah yang tidak baik, lebih baik dikesampingkan bersama. Bentengi diri dari perubahan-perubahan yang menjerumuskan masyarakat ke dalam lumpur dosa dengan budi pekerti dan agama untuk menghadapi perubahan modernisasi. Raihlah pendidikan setinggi mungkin untuk mendapatkan manfaat yang sebesar-besarnya demi kemajuan hidup diri sendiri, hidup bermasyarakat maupun bernegara.
Lelaki butuh perempuan dan perempuan pun butuh lelaki. Tidak hanya untuk berkeluarga, akan tetapi dalam dunia pekerjaan, sosialisasi masyarakat maupun dalam bernegara. Perempuan dan lelaki hidup saling ketergantungan. Perempuan dan lelaki hidup simbiosis mutualisme, bukan simbiosis parasitisme. Jadi, apakah layak menghakimi perempuan dengan begitu dahsyat hingga merendahkan, menyepelekan dan menyakiti wanita? Sudah lupakah akan keseteraan gender? Sudah lupakah bahwa kita lahir dari rahim seorang ibu?
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H