Mohon tunggu...
Wanda Ardika
Wanda Ardika Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - UIN Walisongo Semarang/pelajar

senang belajar dan berbagi

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Mengasah Potensi Anak Usia Dini: Strategi Terbaik dalam Pendidikan

12 Juni 2023   23:33 Diperbarui: 13 Juni 2023   00:29 219
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

b. Menciptakan suasana kreatif dan motivative

Untuk memaksimalkan perkembangan bakat anak, penting untuk menjalankan kegiatan anak dalam suasana yang menyenangkan dan rekreasi. Hindari memberikan tekanan, paksaan, atau suasana disiplin yang terlalu kaku pada anak. Hal ini dapat membuat anak merasa terbebani dan tidak menyukai kegiatan tersebut. Sebaliknya, mereka akan lebih termotivasi untuk berusaha sebaik mungkin jika orang tua sering berkomunikasi secara terbuka dan memberikan dorongan mengenai kegiatan mereka (Familia, 2003:17).

Salah satu cara bagi orang tua untuk merangsang bakat anak adalah dengan memberikan motivasi yang tinggi melalui partisipasi mereka dalam berbagai kompetisi, seperti lomba mewarnai atau menyanyi. Mengikutsertakan anak-anak sejak usia dini merupakan dorongan agar mereka dapat berkembang lebih maju, walaupun orang tua tidak menekankan target untuk meraih juara. Justru memberikan beban kepada anak untuk selalu menjadi juara sejak dini dapat mengganggu perkembangan mentalnya dan tidak sehat bagi jiwa anak.

Orang tua juga harus memiliki sikap bijaksana dalam menghadapi hasil kompetisi. Jika anak memenangkan lomba, orang tua perlu memberikan pujian dan hadiah yang mendidik, yang dapat mendorong perkembangan anak lebih lanjut. Namun, jika anak tidak meraih juara, sebaiknya tidak menghukum, mengolok, atau memarahinya. Sebaliknya, orang tua harus memberikan semangat bahwa anak telah berusaha dengan baik. Orang tua juga perlu menjelaskan bahwa yang terpenting bukan hanya kemenangan, tetapi juga keberanian anak untuk tampil bersama dengan teman seumurannya (Familia, 2003: 18).

c. Anak perlu perlakuan khusus

Martani berpendapat bahwa anak-anak berbakat perlu diperlakukan secara istimewa. Namun, perlakuan tersebut tidak boleh berlebihan, tetapi haruslah khusus. Jika tidak diberikan perlakuan istimewa, bakat anak tersebut akan tersembunyi seperti mutiara dalam lumpur yang tidak diketahui oleh siapapun. Oleh karena itu, mutiara tersebut perlu diangkat dan diasah agar sinarnya dapat memancar dan terlihat oleh semua orang (Tim Pustaka Familia, 2006: 98).

Dalam mengembangkan bakat anak, ada pendapat yang menyatakan bahwa memberikan perlakuan khusus kepada anak berbakat dapat menciptakan kesenjangan dan kecemburuan. Tenaga pendidik yang terlibat juga harus memiliki kualifikasi intelektual dan emosional yang tertentu. Oleh karena itu, pengkotak-kotakan tertentu dianggap sebagai konsekuensi dari keberbakatan seorang anak. Selain itu, memberikan perlakuan khusus kepada anak-anak berbakat dianggap wajar dan sesuai, seperti memberikan sesuatu sesuai dengan kebutuhan mereka (Tim Pustaka Familia, 2006: 99).

Sebagian psikolog berpendapat bahwa keberbakatan seseorang berkaitan dengan tingkat kreativitas dan inovasi yang dimiliki. Anak-anak berbakat mampu menerapkan kemampuan mereka dalam berbagai aspek kehidupan. Umumnya, mereka memiliki rasa ingin tahu yang besar dan mampu menyelesaikan masalah dengan cara yang kreatif. Hal ini tidak mengherankan, karena salah satu ciri anak berbakat adalah keunggulan intelektualnya (Tim Pustaka Familia, 2006: 100).

 C. Pengembangan Karakter Anak melalui Dongeng dan Cerita

a. Makna karakter

Dalam kamus bahasa Indonesia, kata "karakter" memiliki arti sebagai tabiat, sifat-sifat kejiwaan, akhlak, budi pekerti, dan watak yang membedakan seseorang dengan orang lain. Seseorang yang memiliki karakter berarti memiliki kepribadian, perilaku, sifat, tabiat, atau watak yang khas. Berdasarkan penjelasan tersebut, karakter dapat diartikan sebagai watak dan sifat-sifat yang membedakan seseorang dengan orang lain. Selain itu, karakter juga dapat merujuk pada kepribadian seseorang (Wibowo, 2013: 8-9).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun