Mohon tunggu...
Wamin Apriansyah
Wamin Apriansyah Mohon Tunggu... Penulis - Hadapi, Hayati Nikmati

Spesialist Copywritting and Sosial Media, Digital Marketing,

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen: Aku, Dia, dan Halte Itu

17 September 2023   22:36 Diperbarui: 24 September 2023   21:36 426
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dia mengajak aku naik gunung, melihat keindahan alam, lautan awan membentang udara sejuk tanpa kebisingan manusia tidak berguna. Dialam semuanya nyata tidak ada yang berpura-pura.

Sedotan menyentuh bibirnya, hijau jus kiwi perlahan menyegarkan tenggorokan yang Lelah berteriak, "iya aku sudah ngajak temen, nanti kita berangkat berenam, tiga laki-laki dan tiga perempuan."

"Teman kamu berempat semuanya pacaran." Aku penasaran bertanya.

"Iya mereka semuanya berpacaran".

"Khemmm. Khemmm." Tersedak

Gemetar mendengar apa yang dia utarakan, teman-temanya akan berangkat dengan pacarnya. Aku bingung jikalau memaksakan hatiku belum kuat.

Membayangkan aku membawa ransel berisi tenda, air dan makanan persediaan, berjalan dengan sepatu gunung, membawa topi melewati setiap hutan, bermalam di dalam tenda, membuat makanan. Sungguh mental aku belum sejauh itu, meski aku memiliki rasa tapi rasanya mustahil satu tenda sama Rini.

"Kenapa?" dia menyodorkan gelas, "ini minum, hati-hati kalau makan."

"Rini apa kamu yakin, nanti kita bakal berangkat berenam dengan mereka, dia berpasang-pasangan, lah kamu sama siapa?" tanyaku sedikt tersenyum mencairkan suasana.

Bibirnya terlihat manis pipinya sedikit merah "iya aku sama kamu".

Jantungku berdetak kencang, keramaian kedai itu tidak terdengar hanya keheningan dalam hati aku rasakan, diam membeku, menikmati keindahan ciptaan Tuhan yang Nampak di depan mata. Jawaban itu, aku bingung menerjemahkan, sebagai seorang lelaki yang memang memiliki rasanya tidak biasa mendengar pernyataan itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun