Begitu Mayerfas bertugas di Belanda, tampak ada perubahan pada ruang pelayanan di KBRI di Den Haag. Ruang pelayanannya menjadi lebih luas. Tetapi pelayanan publik ini tidak hanya terpusat di KBRI di Den Haag saja.
Sejauh ini, sudah dua kali Mayerfas berinisiatif mengadakan pelayanan warga Indonesia di beberapa kota. Yaitu di acara Pasar Malam Indonesia yang diadakan di kota Heerlen (2/10) dan di kota Eindhoven (30/10).
Di Pasar Malam, warga bisa menerima pelayanan publik dari staf KBRI, misalnya pengurusan dokumen. Alasannya simpel saja. Kata Mayerfas, "Kasihan warga yang rumahnya jauh dari Den Haag. Mereka terpaksa mengambil cuti untuk mengurus paspor atau dokumen lain. Belum lagi biaya transpor yang tidak murah, terlebih kalau punya anak kecil. Jadi kamilah yang datang ke kota yang banyak orang Indonesianya. Mereka bisa datang ke acara Pasar Malam terdekat."
Di Pasar Malam, sambil bersilaturahmi warga juga bisa mendapatkan pelayanan keimigrasian misalnya. Tapi bukan hanya soal imigrasi, juga bisa ke bagian konsuler dan pendidikan atau pengurusan legalisasi surat.
Mayerfas menekankannya dengan istilah "jemput bola". KBRI tidak perlu menunggu masyarakat datang untuk mendapatkan pelayanan. Tetapi KBRI sendiri yang mendatangi masyarakat untuk memberikan pelayanan.Â
Misalnya bukan hanya memberikan pelayanan publik di Pasar Malam, tapi juga mendatangi orang-orang lansia dan orang cacat yang membutuhkan pelayanan pengurusan dokumen. Mereka tidak perlu ke KBRI di Den Haag, staf  KBRI sendiri yang akan mendatangi mereka. Jika pengurusan dokumen selesai, dokumen itu akan langsung diantarkan kepada mereka.
"Jemput bola" dan responsif terhadap permasalahan warga Indonesia di Belanda, bagi Mayerfas adalah bentuk pengabdian terhadap warga.
Blusukan ala Mayerfas
Bersepeda adalah hobi Mayerfas. Kata Mayerfas, "Kalau tinggal di rumah, you get nothing". Bersepeda sambil blusukan tak jarang dilakukannya.
Sejak menjabat sebagai Duta Besar, Mayerfas rajin blusukan. Ia sering menyambangi rumah makan atau warung Indonesia. Jumlah rumah makan Indonesia di Belanda ternyata mencapai 300-an rumah makan.Â