Bisa dikatakan, keterampilan Harmoko dalam berorganisasi sekaligus wartawan, yang sudah dimulainya sebelum ia berusia 30 tahun, menjadi penentu masa depannya di kemudian hari.
Harmoko dan Strategi Pendirian Koran KuningÂ
Harmoko tadinya adalah wartawan kritis pada masa Orde Lama. Korannya berani menelanjangi Orde Lama, hingga diberangus oleh Orde Lama. Karena itu, Harmoko tentu tahu betul alasan mengapa dari koran kritis ia beralih mendirikan "koran kuning".
Pada tahun 1970, Harmoko dan kawan-kawannya mendirikan koran Pos Kota. Target pasar dari korannya adalah kalangan menengah ke bawah.
Pos Kota mempunyai ciri pemberitaan yang khas. Belum membaca isi beritanya, judulnya saja sudah sensasional. Saat tukang koran yang berdiri di pinggir jalan menawarkan koran, si tukang koran bukan berteriak "Koran..!!! Koran...!!!"
Tukang koran cukup meneriakkan judul-judul dari koran Pos Kota itu. Misalnya, "Mayat Dikarungi! Kepala Dipenggal! Tangan Kaki Putus!" Atau tukang koran berteriak "Taksi Dirampok! Kepala Sopir Dimartil!"Â
Mendengar teriakan ini saja, pembeli berdatangan. Pos kota pun menjadi koran yang sangat laris, dengan tiras surat kabar harian tertinggi di Indonesia.
Selain berita kriminal, Pos Kota juga menampilkan berita-berita gosip selebriti pada masa itu dengan foto-foto yang seronok. Pada awal tahun 1970-an, berita-berita sensasional seperti ini adalah sesuatu yang baru di Indonesia. Sehingga tentu saja sangat menarik perhatian masyarakat.
Target pembaca dari kalangan menengah ke bawah ketika itu jauh lebih besar jumlahnya dibanding jumlah kalangan atas. Dan kalangan menengah ke bawah inilah, dari segi jumlahnya saja sudah bisa membawa profit.Â
Untuk menarik perhatian, koran ini dibuat mencolok dari segala segi. Judul mencolok, isinya kisah sensasi. Tata letaknya juga mencolok, sengaja dibuat tak beraturan. Pajangan foto-foto menarik perhatian dengan judul yang menggunakan huruf-huruf berukuran besar.
Keberanian Pos Kota tampil seronok ketika itu, disinggung di dalam buku "Sejarah Pers Indonesia" ditulis oleh H. Soebagjo I.N. (Dewan Pers, 1977). Buku ini menyentil tentang iklan koran ini ketika itu, yang dinilai menampilkan gambar porno. Yaitu iklan Metropolitan Night Club tentang Miss Belanda dan Miss Josephine yang hampir telanjang.Â
Dengan tampilannya itu, maka Pos Kota pada masanya pernah dijuluki sebagai koran kuning. Koran kuning menurut KBBI adalah surat kabar yang sering kali membuat berita sensasi. Koran kuning dikenal juga dengan istilah jurnalisme kuning (yellow journalism). Ini adalah jenis jurnalisme yang menggunakan teknik melebih-lebihkan peristiwa atau berita, berisi scandal-mongering (gosip dan rumor) atau sensasionalisme. (Sumber)