Nama pastor ini berawal dengan huruf D. Pastor Dominggo? Bukan Pastor Dominggo. Namanya Desiderius Erasmus. Lebih dikenal dengan nama Erasmus.
Erasmus dikenal juga sebagai peletak dasar toleransi beragama di Belanda. Ia lahir di Rotterdam, diperkirakan antara tahun 1466-1469. Belanda mengenangnya tidak saja sebagai imam Katolik. Juga sebagai ilmuwan independen, filsuf, humanis dan penulis.
Nama Erasmus di Indonesia dikenal juga sebagai nama gedung di kawasan Kuningan di Jakarta. Disebut Erasmus Huis. Secara harafiah, artinya Rumah Erasmus, tapi lebih dikenal dengan nama Gedung Erasmus.
Sebelum di Kuningan, tahun 1970 Gedung Erasmus didirikan di Jalan Menteng Raya 25. (Sumber: DutchCulture). Ketika itu Gedung Erasmus diresmikan oleh Pangeran Bernhard (kakek dari Raja Belanda Willem Alexander), pada 10 Maret 1970.
Pada tahun 1981, barulah Gedung Erasmus pindah ke kawasan Kuningan. Letaknya berada di sebelah Kedutaan Besar Belanda, di Jalan Rasuna Said, Jakarta.
Tentu timbul pertanyaan. Mengapa untuk menamakan sebuah Gedung Kebudayaan Belanda harus menggunakan nama seorang imam Katolik? Mengapa bukan nama seniman atau budayawan Belanda misalnya?
Erasmus memang bukan hanya seorang imam Katolik. Ia juga dikenal sebagai kritikus sosial dan sosok yang paling menonjol dari Eropa Barat dalam menyuarakan humanisme. Humanisme adalah sebuah pemikiran filsafat yang mengedepankan nilai dan kedudukan manusia serta menjadikannya sebagai kriteria dalam segala hal. (Sumber: Wikipedia).
Sebagai humanis yang juga seorang imam Katolik, Erasmus menekankan pada kepentingan umat, yang berada di atas kepentingan Gereja. Ia dikenal sebagai imam yang tak segan melancarkan kritik pada Gereja, namun tetap setia pada Vatikan.
Ia menulis karya satir terkenal berjudul "The Praise of Folly", menyindir sisi buruk manusia. Yaitu kesombongan, keserakahan dan nafsu ingin berkuasa.
Salah satu jasa Erasmus yang penting adalah menyusun Kitab Perjanjian Baru dalam bahasa Latin. Kemudian ini diterjemahkan juga ke dalam bahasa Belanda, Jerman dan bahasa lainnya. Sehingga masyarakat biasa mulai mengenal kitab suci.Â
Sebelumnya hanya kaum rohaniwan saja yang bisa mengetahui dan memahami isi kitab suci. Erasmus berpendapat orang awam pun perlu mengenal isi kitab suci.
Belanda tidak mengenyampingkan perannya sebagai imam Katolik. Di depan gereja terpanjang di Belanda, gereja St. Jan di kota Gouda, terpajang patung Erasmus.
Juga ia mengumpulkan pepatah kuno Latin dan Yunani. Salah satu pepatah itu terkenal hingga kini, yaitu "Tuhan akan menolong mereka yang menolong dirinya sendiri" Kumpulan pepatah kuno Latin dan Yunani yang ditulis Erasmus ini tertuang dalam karya berjudul "Adagia". (Sumber: Wikipedia). Â
Tulisan ini tidak bermaksud menelisik sepak terjang Erasmus sebagai imam. Tetapi menarik melihat bahwa karya-karya  yang dilahirkan oleh seorang imam, dihormati oleh negaranya. Banyak tempat-tempat penting di Belanda yang menggunakan nama Erasmus.Â
Nama gedung, nama lembaga pendidikan, nama stasiun kereta, nama rumah sakit, bahkan jalur metro juga ada yang memakai namanya, serta sejumah nama fasilitas penting lainnya.
Jembatan di pelabuhan terbesar di Eropa, yaitu Pelabuhan Rotterdam, menggunakan nama Erasmus, bernama Erasmusbrug di bawah ini.
Melihat karya-karya Erasmus yang bernilai dalam bidang kebudayaan yang ikut mempengaruhi perkembangan kebudayaan di Belanda, maka namanya pun dianggap pantas disematkan sebagai nama Gedung Pusat Kebudayaan Belanda di Jakarta.
Kita adalah Pengembara
Ada kalimat dari Erasmus yang terkenal, "Kita adalah pengembara di dunia ini, bukan penghuni." Dalam bahasa Belandanya, "Reizigers zijn wij in deze wereld, geen bewoners".
Kalimat "Di dunia ini kita adalah pengembara, bukan penghuni", adalah pantulan dari Erasmus sendiri, baik dalam arti harafiah maupun arti kiasan.Â
Dalam arti harafiah, ia memang seorang pengembara yang banyak melakukan perjalanan untuk menimba ilmu dan memberi ilmu ke berbagai tempat di negara-negara lain selama hidupnya.Â
Untuk mengenang jasanya sebagai ilmuwan, namanya terukir sebagai nama universitas di Rotterdam, bernama Universitas Erasmus.
(Penulis: Walentina Waluyanti)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H