Mohon tunggu...
Wakos Gautama
Wakos Gautama Mohon Tunggu... -

simple person

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kisah Nelayan Pulau Pasaran Terombang Ambing 7 Hari di Lautan

25 Agustus 2015   20:36 Diperbarui: 25 Agustus 2015   20:36 165
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Keenam orang itu kebingungan karena tidak tahu cara menghidupkan mesin. Mereka memutuskan melempar jangkar. Namun karena lautan terlalu dalam, jangkar tak mampu menghujam dasar laut.

Pada saat itu, kata Suminto, arus laut dan angin begitu kencang. Ditambah ombak yang tinggi, kapal mereka pun terbawa arus laut. Suminto dkk tak tahu harus berbuat apa. Mereka hanya bisa pasrah mengikuti arus sambil berharap pertolongan dari orang lain.

“Kami berpikir gimana caranya bisa selamat,” ucap Suminto. Kapal semakin terbawa ke tengah lautan. Perbekalan yang dibawa hanya cukup untuk satu kali perjalanan. Demi bertahan hidup, para nelayan ini minum air mesin kapal.

Menurut Suherman, air mesin kapal yang mereka minum sudah bercampur karat sehingga warnanya memerah. “Tidak ada pilihan lain. Kami minum air cooler mesin untuk bertahan hidup di tengah laut,” kata Suherman.

Air mesin itu hanya sementara. Menurut Suherman, tidak sampai setengah hari, air mesin ludes diminum mereka secara bergantian. Rudi menambahkan, mereka akhirnya terpaksa minum air laut dan makan ikan yang dibeli.

Bahkan Rudi hampir meminum air seni Diding. Rudi mengatakan, ia melihat Diding selalu membawa air di dalam gelas. Rudi mengira air itu adalah air minum. Ketika air itu diletakkan Diding, Rudi mengambil dan mau meminumnya.

Beruntung Diding melihat hal itu. Diding melarang Rudi meminumnya karena air itu adalah air kencingnya. Diding sengaja menadah air seninya. Air itu akan diminum jika memang sudah tidak ada lagi air yang bisa ditegak.

Sementara Suherman tidak memakan ikan. “Saya tidak suka ikan. Jadi saya hanya minum air mesin dan air laut,” kata dia. Selama terombang ambing di lautan, Suherman mengaku mereka tidak pernah tidur.

Para nelayan ini secara bergantian menguras air laut yang masuk ke kapal agar tidak tenggelam. “Sehari tujuh kali kami membuang air laut yang masuk ke kapal,” kata Suherman. Sebenarnya, selama berada di lautan, ada dua kapal kontainer yang melihat keberadaan Suminto dkk.

Namun, kata Suminto, kedua kapal itu tidak mau menolong. Suminto mengatakan, kapal-kapal itu lewat di samping kapal mereka dan melihat mereka meminta tolong. “Mereka hanya lewat saja. Mungkin mengira kami perompak,” kata Suminto.

Rudi mengatakan, mereka tak henti-hentinya berdoa. Dua malam berturu-turut, enam orang ini mengadakan salat malam berjamaah. “Doanya hanya satu supaya kami selamat,” ucap Rudi. Di tengah rasa lapar yang memuncak, mukjizat Tuhan datang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun