Langit bersenandung menyanyikan gurindam malam, syairnya melelapkan tubuh lelah bermandikan hujan dari balik kelopak mata.
Merdunya membungkus onggokan mungil bergelut koran dibawah jembatan.
Kadang binar terpejam namun perut meronta-ronta memberontak menahan dinginnya semesta.
Sejak sajak tentang ayah bunda telah berubah menjadi buaian indah pelipur lara.
Mengertilah mereka bahwa ibu tak selamanya bebelas kasih dan sayang.
Tidak untuk mereka yang mengubur cita-cita diantara wewangian sisa senang-senang.
Yang kini tlah menggunung meninggi hampir menyentuh wajah biru payung ibu.
Ibu tak pernah ramah pada kantong-kantong kecil berkerut yang cukup hanya di isi dengan sepotong roti.
Inikah ibu, tanya mimpi pada nyata yang terbangun karena teriknya lampu jalanan.
Ya..! Jawabnya.
Dan jiwa-jiwa mungil itu tetap terlelap dalam dekapan asa untuk mendapatkan sepotong roti hari ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H