1. Pencemaran dari limbah cair.
Limbah cair dapat berupa limbah yang dihasilkan oleh rumah makan pengusaha kuliner yang ada di tempat wisata, ataupun dari aktifitas MCK para wisatawan, baik yang ada di dalam maupun di sekitar lokasi wisata. Cara yang terbaik adalah dengan membuat Instalasi Pembuangan Air Limbah (IPAL) sebelum mengalirkan langsung ke perairan laut. Jika tidak ada yang membuat IPAL, maka bisa diprediksi lama kelamaan warga pesisir akan sulit mendapatkan sumber air bersih. Menurut Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) dalam Yosi (2020) menyebutkan dari keseluruhan 12.927 desa pesisir yang tersebar di seluruh Indonesia, baru sekitar 66,54% yang memperoleh akses untuk mendapatkan air bersih.
Gambar 2. Pencemaran limbah cair dan limbah padat (Dok. pribadi)
Pencemaran dari limbah padat
Sampah padat berasal bahan plastik, seperti sedotan dan pengaduk, alat makan plastik, botol minum plastik, gelas plastik, dan kantong botol dan berbagai benda padat lainnya sangat mengganggu lingkungan hidup di pantai dan di laut. Menurut riset dari CNBC Indonesia, pada tahun 2017 terdapat sekitar 3,22 juta ton limbah pantai berbentuk plastik yang dihasilkan oleh masyarakat dan wisatawan yang berkunjung ke wilayah pesisir. Bahkan 0,48 juta hingga 1,48 juta ton di antaranya diduga turut andil dalam pencemaran laut (Yosi, 2021).
International Coastal Cleanup (ICC) merilis, pada 2019 sebanyak 97.457.984 jenis sampah dengan berat total 10.584.041 kilogram ditemukan di laut.
Temuan di atas sejalan dengan hasil penelitian World Wild Fund (WWF) Indonesia yang menyebutkan sebanyak 25 persen spesies ikan laut telah mengandung bahan mikroplastik. Tentu saja bahan tersebut berasal dari sampah plastik di lautan. Mikroplastik adalah partikel plastik berukuran kurang dari 5 mm dan dapat dikonsumsi plankton, salah satu makanan utama ikan (Ambari, 2018).
Pengelola tempat wisata diwajibkan menyediakan tempat sampah untuk menampung semua sampah yang dihasilkan dari industri pariwisata ini. Tempat sampah tentu saja dipisah minimal untuk sampah organik dan non orgamik, kemudian ditentukan. Menurut Undang Undang No 18 Tahun 2008 adalah kewajiban pengelola kawasan permukiman, kawasan komersial, kawasan industri, kawasan khusus, fasilitas umum, fasilitas sosial, dan fasilitas lainnya wajib menyediakan fasilitas pemilahan sampah (Indonesia, 2008).
Pencemaran dari limbah udara
Pencemaran udara di Pantai Glagah dapat berasal dari asap motor kapal wisata, polusi kendaraan baik penunjung maupun pelaku sektor industri pariwisata, dan asap dari kegiatan pengolahan makanan di rumah makan yang ada di tempat wisata. Menurut Budiono (2001) pembakaran bahan bakar ini merupakan sumber-sumber pencemar utama yang dilepaskan keudara, seperti Cox, NOx, SOx, SPM (suspended particulate matter), Ox dan berbagai logam berat. Jika  tingkat konsentrasi zat pencemar seperti tersebut di atas berlebih hingga melampaui ambang batas toleransi yang diperkenankan akan mempunyai dampak negatif yang berbahaya terhadap lingkungan, baik bagi manusia, tumbuh-tumbuhan, hewan dan rusaknya benda-benda (material) serta berpengaruh pada kualitas air hujan (hujan asam), yang berakibat pada mata rantai berikutnya yaitu pada ekosistem flora dan fauna (Kurniawan, 2019).