Dulu.,
Kita duduk di tempat indah berbalut sembilu
Melawan angin yang sedang menyapu
Dan kau menangis sedu bersandarkan bahu
Kau pergi.,
Meninggalkanku dengan mendung awan sore hari
Menutupi senja yang menghiasi
Merusak suasana indah yang telah dinanti
Awan yang biasa ku tatap
Mulai digantikan awan gelap
Gemerlapnya hilang tanpa ada gagap
Tetes air turun dari awan gelap
Kemana indahnya awan yang sering ku tatap?
Kenapa dia pergi tanpa menyisakan harap?
Kapan tetes air ini akan berhenti?
Agar dia kembali tanpa pergi lagi?
Sahabat yang selalu ku tangisi
Bukankah kau senang jika cerah awan kembali?
Sepertinya akan lama berganti
Tapi rintik hujan ini bisa kita nikmati
Dengan segelas kopi
Kita bisa warnai hari
Di bawah atap warung kopi
Kita bisa bertukar cerita kembali
Tetesan air di luar sana
Membuat pertemuan hanya menjadi angan angan
Rencana hanya sebuah kisah dengan kata jika
Menyisakan kenangan di warung pak maman
Untuk hujan yang tak kunjung usai
Tenangkan dirimu sejenak kawan
Agar aku bisa melepas rindu yang terbengkalai
Dan kenangan tak hanya sebuah bualan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H