Mohon tunggu...
Wahyu trisanjaya
Wahyu trisanjaya Mohon Tunggu... Jurnalis - Random feed

Seorang pemuda yang masih duduk di bangku kuliah

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerita Cinta Remaja

2 Desember 2019   12:57 Diperbarui: 2 Desember 2019   13:09 65
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

perasaan ini, saya sangat dan amat sangat tidak menyukainya. kata mu.

dengan lirih menjawab. saya tidak harap kamu mendengar. saya harap kamu melihat. kalimat mudah ditambah. dan kejadian butuh direka untuk diubah. tolong pahami.

dirimu mencoba mengerti. namun, mereka terlalu mengambil alih, pertikaian sudah pasti terjadi. dan kita sama-sama menjunjung ego untuk tidak menghubungi satu sama lain.

saya bergumam, sepertinya kamu puas. membuat saya terlihat seperti orang bodoh. ini salah saya yang udah biarin pertahanan kokoh terbuka. kemudian lengah membiarkan kamu masuk merusak tatanan yang ada. dan saat ini terasa tambah bodoh, karena saya biarkan ego meluluh.

saya menghubungimu terlebih dulu.

saya bicara pada mu untuk biarkan saya jatuh cinta dengan cara yang indah dan memperjuangkan nya dengan gagah. jangan biarkan saya merangkak atau bahkan mengemis mencari nafkah dari hati yang tidak tau arah nya kemana. seiring cinta yang kehilangan bimbingannya. atau senada dengan pemikiran yang tersesat oleh putaran ego antara bertahan atau melepaskan.

saya tidak ingin bertengkar denganmu. saya tau kamu juga mau. mari duduk tak perlu kopi atau teh sebagai penenang karena kita sudah sama-sama dewasa dimasa remaja. kita bisa saling mengerti bukan? ayolah, jangan gitu. cahaya mu berkurang saat cemberut sayang. mari cari jawaban bersama. kita sama-sama punya pikiran dan cinta. saya tau kita bisa.

tapi, rasa cinta, cemburu, ego dan bosan bergejolak di dalam dadamu, di dalam jiwamu yang masih remaja. saya tau itu. hingga akhirnya kita bertemu di dalam satu konklusi untuk melepaskan tanpa perih. dengan kata teman di dahi. kamu pergi.

melepaskan tanpa perih? kamu bercanda!

tidak mungkin itu terjadi. saya sudah tau akhirnya akan seperti ini. namun manusia bodoh ini tetap berdalih. bahwa kamu berbeda dari yang kemarin.

saat ini air mata bisa saja mengalir, namun saya terlalu munafik hingga pergi dengan senyum di pipi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun