Mohon tunggu...
Wahyu Fadhli
Wahyu Fadhli Mohon Tunggu... Penulis - Buku, pesta, dan cinta

tulisan lainnya di IG : @w_inisial

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Omnibus Law: Buat Rakyat Jangan Coba-coba

24 Februari 2020   14:29 Diperbarui: 6 Oktober 2020   19:38 693
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Misalkan, jika mau memperbaiki regulasi di bidang kehutanan maka harus merevisi UU No. 41/1999 tentang kehutanan. Namun masih ada ganjalan yang terdapat pada undang-undang lain yang masih memiliki hubungan perihal kehutanan. Misal, UU No. 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH) atau UU No. 5/1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria.

Jika diamati sekilas, maka konsep Omnibus Law akan sangat membantu untuk merapikan undang-undang yang tumpang tindih. Menjadikan regulasi-regulasi yang tumpang tindih antara UU kehutanan, UU PPLH, atau UU Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria menjadi ringkas dalam satu UU baru. 

Sebagai contoh lain regulasi mengenai tindak pidana korupsi. Persoalan pada perkara tipikor yang masih dirasa membingungkan yaitu perihal dekresi atau dalam pengertian umum adalah kebijakan yang diambil oleh penyelenggara pemerintah untuk mengatasi persoalan-persoalan konkret. 

Istilah ini dapat ditemui pada UU No. 30/2014 tentang Administrasi Pemerintahan. Selama ini, antara dekresi dan tindak pidana korupsi sering mengalami persoalan dalam pengambilan keputusannya. UU baru bisa menegaskan tentang mensrea atau niat jahat dalam pengambilan dekresi. 

Omnibus Lawa bisa menjadi pelindung bagi pejabat pemerintahan untuk mengambil inovasi dalam hal investasi. Namun, ketika hal ini akan terwujud, harus bisa mengharmoniskan dua hal tersebut. Jangan sampai UU baru yang muncul malah akan digunakan untuk melindungi koruptor-koruptor sebenarnya dan menjerat pejabat yang semata-mata melakukan inovasi. 

Perlu diingat pula, bahwa negara ini memiliki berbagai macam sumber hukum dan tidak hanya terpaku pada hukum tertulis saja. Perlu adanya mediasi terbuka kepada masyarakat selaku pelaku UU dan melibatkan beberapa ahli hukum praktisi atau sebuah tim khusus yang terdiri dari unsur-unsur tadi. 

Untuk menyelaraskan hukum tertulis dan tidak tertulis yang nantinya akan menjadi tantangan jika Omnibus Law benar-benar disahkan menjadi undang-undang. Jangan sampai RUU baru ini akan malah menjadi cambuk yang menyengsarakan rakyat, dan menjadi kursi empuk bagi para pejabat-pejabat yang memiliki mensrea sepeti tadi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun