Aku kembali teringat satu hal
Aku yang Jawa dan kau yang Madura
Melihat dunia pada tahun yang sama
Tujuh tahun kita hidup
Sorenya kau dan aku sama-sama kena marah
Sebab, terlalu sore layang-layang itu hanya terbang
Suara di surau itu telah memanggil
Berjalan dengan kitab Iqra' jilid yang sama
Menuju surau itu
Iya, surau kita
Ada keceriaan disana
Menghafal dan membaca
Kau ingat?
Saat guru kita membacakan huruf alif sampai ya'
Kuharap kau ingat
Sebab itu bagian yang kusuka
Teduh dan tenang
Meski marah juga kerap keluar
Karena suara cedal kita
Yang tak bisa mengeja hiruf ra'
Namun, kawan
Kini surau itu tak seperti dulu
Surau sederhana kita berubah jadi masjid megah
Bedugnya pun sudah dari kulit onta
Pengeras suara yang dulu hanya di isi oleh satu suara
Kini ada banyak suara yang berbeda
Suara-suara itu ada yang lembut
Ada juga yang memekikkan lafadz Tuhan kita seperti orang marah
Aku jadi takut kesana
Suara-suara itu berebut "siapa yang paling bagus"
Kudengar juga
Anak-anak kecilnya sudah tak membawa Iqra' lagi
Yang mereka bawa kini sebuah kebencian
Kawan....
Kurindu surau itu
Surau kita, surau mereka
Tanpa ada teriakan takbir kosong
Hanya takbir yang membuat kita kecil
Dan Agunglah nama Tuhan kita
Wahyu F. Pribadi
Jember, 25 Oktober 2018
02.06
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H