Diversifikasi portofolio energi akan mengurangi ketergantungan pada tanaman biofuel yang memerlukan lahan luas dan sejalan dengan tren global menuju dekarbonisasi.
Perkebunan sawit juga mempengaruhi sumber daya air secara signifikan. Satu hectare sawit dapat mengonsumsi hingga 1.000-liter air per hari. Data Kementerian Lingkungan Hidup menunjukkan bahwa daerah seperti Riau mengalami penurunan air tanah hingga 30% di sekitar zona perkebunan. Penggunaan pupuk dan pestisida juga meningkatkan polusi air, dengan limpasan bahan kimia meningkatkan kadar polutan di sungai hingga 20-30%.
Studi kasus dari Provinsi Riau menunjukkan bahwa perkebunan sawit mengganggu siklus hidrologi lokal, memicu banjir dan kekeringan. Gambut yang mengalami deforestasi, yang sebelumnya berfungsi sebagai reservoir alami, menjadi kering dan rentan terhadap kebakaran hutan, sekaligus menciptakan kabut asap beracun yang berdampak pada kesehatan masyarakat dan perekonomian regional.
Untuk memutus negative feed back loop dari nexus FEW, Indonesia perlu mengadopsi kebijakan yang menyeimbangkan pembangunan ekonomi dan konservasi sumber daya. Setidaknya ada empat langkah strategis yang dapat diambil.
Pertama, diversifikasi penggunaan lahan. Mendorong sistem pertanian percampuran yang mengintegrasikan sawit dengan tanaman pangan untuk meningkatkan keanekaragaman hayati dan mendukung ketahanan pangan lokal.
Inisiatif agroforestry di Sumatera Barat telah menunjukkan bahwa integrasi tanaman kako, singkong, dan sawit dapat mempertahankan pendapatan sambil meningkatkan kesehatan tanah.
Kedua, penguatan kebijakan pengelolaan air. Menerapkan panduan ketat tentang penggunaan air dan pengendalian polusi bagi perkebunan sawit. Sistem daur ulang air dan insentif untuk praktik ramah lingkungan perlu menjadi prioritas.
Ketiga, reformasi strategi biofuel. Mendorong investasi dalam penelitian dan pengembangan biofuel generasi kedua yang memanfaatkan limbah pertanian daripada ekspansi lahan untuk monokultur. Langkah ini akan mendiversifikasi enegri dan mengurangi tekanan pada sumber daya lahan dan air.
Keeempat, perencanaan tata guna lahan berbasis nexus FEW. Tata guna lahan terpadu harus mempertimbangkan dampak terhadap pangan, energi, dan air secara keseluruhan. Dengan pendekatan ini, pembuat kebijakan dapat mengidentifikasi kompromi dan sinergi yang mendukung pembangunan berkelanjutan.
Kelapa sawit tetap menjadi bagian vital ekonomi Indonesia, tetapi tidak boleh mengorbankan ketahanan jangka panjang sumber daya. Jalan ke depan adalah menyeimbangkan keuntungan ekonomi jangka pendek dengan keberlanjutan sumber daya nasional.
Dengan strategi yang tepat, Indonesia dapat membuktikan bahwa pembangunan ekonomi dan pelestarian lingkungan dapat berjalan seiring demi masa depan yang lebih baik.