Dalam problema akses energi bersih, tidak semua penduduk dunia memiliki akses pada energi yang terjangkau, andal, berkelanjutan, dan modern sesuai dengan target SDGs poin ke 7.Â
Transisi energi juga membutuhkan dana yang sangat besar dan mengarahkan kita ke tantangan kedua yang berkaitan dengan masalah pendanaan. Transisi energi membutuhkan proyek-proyek baru yang turut menyeret investasi yang baru.Â
Sehingga, mekanisme pembiayaan yang tepat sangat dibutuhkan, dengan harapan tercipta keekonomian, harga yang kompetitif, dan tidak membebani masyarakat.
Dan dukungan riset dan teknologi, dalam beberapa kasus, turut menghambat progress transisi energi. Tidak hanya perkara teknologi baru yang lebih efisien dan kompetitif, persoalan ini juga turut melibatkan kesiapan kompetensi dan keahlian dari sumber daya manusia kita.Â
Menjadi hal yang sia-sia bila kita telah berhasil meningkatkan nilai tambah pada produk industri energi baru terbarukan kita, namun SDM kita masih belum siap. Sehingga, transformasi kurikulum dari tingkat dasar hingga perguruan tinggi yang relevan turut dibutuhkan.
Sejatinya, momentum presidensi G20 Indonesia berpeluang untuk meruntuhkan tiga batasan di atas. Dengan mendorong sinergi antara negara berkembang dan maju guna mengakselerasi capaian transisi energi.Â
Kolaborasi ini mutlak diperlukan untuk mengatasi jurang disparitas akses energi, menciptakan inovasi teknologi, serta saling bahu-membahu untuk menghadirkan terobosan pendanaan. Dengan demikian, kita memiliki lebih banyak opsi untuk merumuskan strategi yang lebih konsisten dan berkelanjutan.
Genderang Ekonomi Hijau
Satu alasan yang membuat saya optimis terhadap agenda transisi energi adalah kehadiran peluang ekonomi baru yang sering disebut sebagai green economy atau ekonomi hijau.Â
Tidak hanya menekan laju kenaikan emisi karbon yang berimplikasi pada keberhasilan kita untuk meredam lonjakan suhu bumi, model ekonomi hijau turut membuka peluang baru serta lapangan kerja baru.Â